Logika Langit

08/04/14

“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.”

Seperti itulah kalimat yang terukir dalam Al Qur’an, menggambarkan perintah Allah kepada sosok agung yang didaulat menjadi teladan umat ini. Dialah Nabi Ibrahim a.s, sang kekasih Allah.

Beberapa pertanyaan mungkin terbesit di benak kita. Mengapa Nabi Ibrahim a.s dipilih menjadi teladan? Mengapa beliau dilantik sebagai seorang qudwah? Mengapa harus beliau? Mengapa bukan orang lain yang memiliki pengaruh lebih besar? Seorang raja, misalnya? Jawabannya adalah karena beliau mempunyai keyakinan yang jarang dimiliki oleh manusia pada umumnya.

Mari kita lihat, pada saat itu turun perintah dari langit kepada beliau guna menyeru manusia untuk berhaji di sebuah tempat terpencil, di tengah padang pasir yang tandus, jauh dari hingar bingar dunia dan keramaian manusia. Sebuah perintah yang mungkin terasa amat janggal bagi diri kita. Mustahil. Impossible. Bagaimana mungkin manusia bisa menjawab seruan seseorang di sebuah tempat yang tak satupun mahluk tinggal di dalamnya? Sebuah perintah yang menurut kita tidak masuk akal, namun tidak demikian halnya bagi Nabi Ibrahim a.s.

Sebagaimana seorang teladan seharusnya bekerja, beliau melaksanakan perintah-Nya tanpa banyak keluhan. Beliau bekerja walau hal itu dianggap mustahil bagi logika manusia. Dan hasilnya dapat kita lihat sekarang, berbondong-bondong manusia berangkat menjawab seruan tersebut. Berhaji ke baitullah, Masjidil Haram.

Seperti itulah logika langit bekerja. Ajaib. Sulit untuk dijangkau logika manusia. Terlalu rumit untuk dicerna akal seorang hamba. Tapi begitulah, karena apa yang jadi dongeng manusia bisa terwujud di tangan mereka yang percaya janji-Nya.

Maka sudah sepatutnya bagi kita, selaku umat yang telah diberi teladan oleh Sang Penguasa Langit, untuk meniru apa yang telah beliau lakukan. Juga berusaha mengenal lebih dalam cara ‘ajaib’ yang telah beliau gunakan. Belajar lebih banyak sistem logika langit yang sudah selayaknya kita tirukan hingga terciptanya karakter manusia langit. Dicintai malaikat, dirindu manusia.

What’s Logika Langit? Mungkin itu yang terbesit di pikiran kita. Secara etimologi, seperti yang tersebut di Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘logika’ bermakna pengetahuan tentang kaidah berpikir, sedangkan ‘langit’ bermakna ruang luas yang terbentang di atas bumi.

Logika langit di sini bukan diartikan sebagai pengetahuan tentang kaidah berpikir terhadap langit. Bukan. Logika langit yang kita bahas disini memiliki makna lebih dalam. Sebuah konsep berpikir di luar batasan yang manusia buat. Sebuah logika yang tidak hanya mengandalkan kemampuan akal, akan tetapi lebih mengandalkan keMahaKuasaan Sang Pencipta. Sebuah logika yang hanya bisa digunakan oleh mereka yang yakin akan segala janji-Nya.

Tapi terkadang kegelisahan menghampiri kita. Kita telah meyakini janji-Nya. Kita telah memohon kuasa-Nya dalam setiap sujud kita, tapi kenapa masih ada kesulitan yang sulit kita hadapi?

Mari kita lihat kembali perjalanan uswah kita. Ketika beliau meminta kepada Rabbnya untuk memperlihatkan bagaimana Dia menghidupkan orang mati. Bagaimana cara Allah menjawabnya? Apakah serta merta Dia memperlihatkan sesosok mayat yang tidak bernyawa, kemudian Dia tiupkan kembali ruh sehingga mayat itu menjadi hidup kembali?

Bukan, bukan begitu cara Allah menjawabnya. Dia tidak melakukannya, meskipun dengan satu kata ‘kun’ Dia mampu mewujudkan segalanya. Dia justru memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menangkap empat ekor burung, mencincangnya menjadi kecil, dan meletakkan setiap bagiannya di gunung yang berbeda. Lalu Dia perintahkan beliau untuk memanggil burung-burung itu kembali, dan keempatnya pun terbang kembali menghampirinya seperti sedia kala.

Kemudian coba kita ambil contoh yang lain. Ketika Siti Hajar mencari setetes air untuk Isma’il kecil yang menangis kehausan. Tujuh kali ia berlari bolak-balik dari Shafa ke Marwa. Mungkin sebenarnya ia tahu mustahil menemukan air disana. Namun begitulah, ia ingin menunjukkan kesungguhannya kepada Allah. Ia tahu bahwa Allah ingin melihat perjuangannya. Dan akhirnya? Memancarlahlah air itu. Bukan diantara jejak dan jalan yang ia telusuri. Bukan, bukan. Namun tepat di bawah jejakan kaki Isma’il kecil.

Subhanallah, begitulah keajaiban itu datang. Ia terletak setelah kerja keras dan perjuangan yang nyata. Dan seringkali datang dari arah yang sama sekali tidak kita duga. Maka berjuanglah dan yakini, Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan iman dan amal hamba-Nya. Namun ketika keajaiban itu tak kunjung datang, ketika segala sesuatunya tidak berakhir sesuai dengan yang kita inginkan, ingatlah bahwa Allah selalu punya kejutan yang menarik untuk kita. Ingatlah bahwa Dia selalu punya skenario yang lebih indah daripada apa yang kita duga.

Mereka telah membuktikannya, kapan kita? [Huda]

Ket :
Artikel ini dimuat di El HUFFAZH edisi 7 "LOGIKA LANGIT". Terbit 8 April 2014. Masih ada banyak artikel yang ada di majalah super keren kita ini. Kalo kalian berminat hubungi gue ato ke e-mailnya EL HUFFAZH di elhuffazh@gmail.com . Harganya juga murah kok, cuma lima belas ribu doang :)
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS