Guruku, Pahlawanku

20/11/14

10 November ditetapkan sebagai hari pahlawan, karena peristiwa agung yang terjadi di Surabaya zaman dahulu. Adalah saat itu, Bung Tomo memimpin kaum pribumi melawan kaum londo yang menirani. Dan terukirlah kalimat yang menyejarah itu, merdeka atau mati, “Isy Karima au Mut Syahida”.

Setiap dari bangsa mempunyai pahlawan, begitu pula ibu pertiwi. Ya, Indoneisa mempunyai berjuta pahlawan, dari yang terkenal mendunia hingga yang menjelata di desa-desa. Ada Tuanku Imam Bonjol dengan perang paderi-nya hingga Pangeran Diponegoro yang dengan perang gerilya-nya mampu menggentarkan Belanda. Tapi ada pula, bahkan bejibun jumlahnya, mereka yang tiada pernah tertulis nama, tapi para generasi penerus masih mewarisi karya.

Sayang, dewasa ini banyak orang yang melupakan jasa-jasa mereka. Meski tak mesti sosok-sosok mereka diabadikan sebagai patung di jantung keramaian. Tak perlu pula nama mereka diabadikan menjadi nama-nama jalan. Tidak, bukan itu yang mereka inginkan. Karena sungguh, bukanlah ketenaran yang mereka citakan.

Dalam berjuang, yang mereka inginkan hanyalah agar anak cucu, agar para generasi penerus melanjutkan perjuangan yang telah mereka mulakan. Mereka hanya ingin bangsa ini maju, menjadikannya negeri yang makmur sentausa, gemah ripah loh jinawi, terberkahi dalam setiap jengkal tanahnya. Itu cukup.

Maka benarlah istilah yang diungkapkan oleh sang bapak Proklamator Indonesia, Ir Soekarno, “JAS MERAH”, jangan sampai melupakan sejarah. Janganlah kita lupa, bahwa negeri ini ada berwasilah dengan jasa para pahlawan.

Di sudut yang lain, ada pahlawan lain yang tiada masyhur. Mereka tiada diberi gelar pahlawan berdasar SK Negara. Jalan-jalan juga tiada dinamai dengan nama mereka. Dan makam mereka pun berbaur dengan rakyat lain dengan bersahaja. Merekalah guru, pahlawan tanpa tanda jasa.

Entah kenapa di hari pahlawan, jasa-jasa mereka jadi sering terlupakan. Dan julukan itu pun seolah menguap ditelan zaman. Bahkan, martabat guru kini semakin direndahkan, dipandang sebelah mata, dianggap sebagai pekerjaan yang tiada bermanfaat di dunia.

Tapi ada juga fenomena yang berkebalikan dari semua itu. Ada segolongan manusia yang lain, yang menganggap guru adalah ranah yang prospek untuk mengeruk kekayaan di dunia. Etos kerja dikesampingkan, sehingga substansi guru yang seharusnya digugu lan ditiru pun jadi terlupakan. Begitu banyak pengajar yang sibuk mencari sertifikasi, hingga teralihkan dari tugas mereka untuk mengajar para siswa dan siswi.

Maka, bukan 100% salah para siswa, jika banyak dari mereka yang melakukan perzinahan di usia belia, lha wong guru-gurunya aja banyak yang selingkuh, bahkan beberapa malah mengajak berhubungan badan dengan muridnya. Maka, tidak bisa disalahkan para siswa, jika akhlak mereka tiada terperi, lha wong gurunya aja nggak bisa memberi contoh banyak lagi.

Sungguh memasygulkan.

Dan kalau berbicara tentang pahlawan tanpa tanda jasa, aku selalu teringat dengan ustadz, guru, dan pengajar-pengajarku di ma’had. Bagiku, merekalah pahlawan yang sejati. Sosok-sosok inspiratif yang rela mengorbankan waktu dan tenaga, hanya untuk mengajar kami, santri-santri yang kadang (n)dablek.

Sungguh, perjuangan mereka begitu mengharukan. Ketika banyak guru yang mengejar gaji dalam mengajar, mereka rela diberi gaji yang tidak banyak, bahkan mungkin sedikit. Seorang ustad pernah berkata ketika mengajar, “kalau seandainya saya hanya mencari dunia, saya tidak akan mengajar di sini. Karena sungguh yang saya temukan di sini adalah barakah, kebahagiaan, dan ketentraman.”

Ustadzana Joko tercinta, mengajari betapa cantik matematika
Ada juga ustadz ustadz yang sebenarnya udah PeWe dan mempunyai posisi yang nyaman di sekolah induk mereka, tetapi mereka rela mengorbankan waktu di akhir pekan mereka, untuk mengajari kami. Dan sayangnya, kami yang diajar kadang kurang memperhatikan, bahkan lebih memilih tidur atau bermain PES di tengah pelajaran. Ya Rabb, ampunilah kami.

Dan bahkan, ada asatidzah yang menempuh jarak puluhan kilometer, menembus gelap dan dinginnya malam, hanya untuk memberi bimbel, tambahan pelajaran kepada kami di malam hari. Begitu bersemangat mereka mengajar, meski kadang kami yang datangnya terlambat dan dengan wajah yang kurang bersemangat. Ya Allah, ijzaahum khoiron mimma aatau
.
Maka terkadang aku berpikir, bahwa sebenarnya ilmu hakiki yang kudapatkan dari mereka bukanlah ilmu eksak atau apa yang menjadi spesialisasi mereka. Sebenarnya, ilmu hakiki yang kudapat dari mereka adalah tentang adab, semangat, dan bagaimana kita berusaha ikhlas di segala lini hidup kita. Semoga Allah selalu memberi keistiqomahan kepada kita dan mereka. Amin.

Klaten,  29 Muharram 1436 H
Huda Syahdan

Ketika KEMENAG PHP

18/11/14

“Aku nggak tahu ini anugerah atau musibah, yang bisa kulakukan hanya bertaqwa pada Allah”
Kalimat nukilan ini pas buat menggambarkan keadaanku saat ini. Ya, harusnya hari ini aku berada di Brebes, mengikuti lomba STQ ke XXII. Tapi apa daya, Allah-lah yang punya kuasa untuk mengatur segalanya.

Semua cerita ini dimulai hari Jum’at kemarin. Habis keluar, biasa kita ber-ndoboz ria di masjid. Saling berceritera tentang kegiatan yang dilakukan dalam hari itu. Nah, pas aku balik ke kamar cerita dimulai. Ada surat yang tiba-tiba nampang di depan kaca lemariku. Kirain sih awalnya itu surat lama. Ternyata baru. Pemanggilan buat mewakili Karanganyar lomba tahfizh 30 juz ke Brebes. what?

Aku bingung. Habis itu aku interogasi semua adho’ di kamar, dan gak ada yang tahu. Aku juga tanya ke temen-temen se-angkatan, dan hasilnya sama. Ini KEMENAG-nya Gaje banget. -___-

Akhirnya besok pagi kuputuskan buat tanya ke penanggung jawab tahfizh ma’had.
“Ustad, besok Senin itu ana maju lomba ke Brebes-kah?”
“Loh, iya toh? Saya nggak tahu malah.”
“What?”, batinku.
Akhirnya undangannya aku kasih ke ustad itu, lalu beliau bilang, “Ya kalau mau ikut-ikut aja nggak papa, itung-itung sekalian persiapan buat ujian tahfizh juga”.
“Uhh”, aku (m)batin lagi.
“Ya udah tadz, insyaA”
Tiba-tiba ada ustad yang nimpali, “Kalau Ustad Fulan paling ente gak disuruh berangkat Da. La wong nggak jelas gini. Gak papa ente jual mahal aja, datengnya agak telat, paling nanti merekanya nunggu” (Sebelumnya aku cerita ke beliau tentang bagaimana pengalamanku nunggu di kantor KEMENAG selama 3 jam)
“Siap tadz”

Habis itu, berjalanlah waktu. Aku cari segala persiapan yang dibutuhkan. Dari baju, FC Akte, sampai pas foto berwarna. Bahkan aku juga udah Foto Copy materi pelajaran Kimia, biar nanti bisa belajar di sana. Begitulah.

Dan hari H, aku masih sempet setoran dulu. Habis itu persiapan, ngobrol bareng adho’, de el el. Jam tujuh seperempat aku baru mandi. Tiba-tiba ada adik kelas yang manggil, “Mas Huda, dicari ustad Fulan. Katanya KEMENAG marah-marah, ditunggu nggak dateng-dateng.”

Habis itu, aku langsung mempercepat langkah. Dan dianter kakak kelasku, aku langsung cabut ke KEMENAG. ngebut mode on pokoknya. Dan kalian tahu, sampai di sana, ternyata aku ditinggal rombongan -_-. Hasbunallah.

Habis itu, kita rundingan sama kepala KEMENAG, dan aku disuruh tetep berangkat. Naik bis sendiri. Payah. Jelas aku tolak lah. Kuker banget.
Dan setelah aku cari tahu keGJan lomba ini, tersimpulkan penyebabnya adalah;
1. KEMENAGnya gak teges ngasih undangan. Masak undangan dititipin ke satpam. Terus langsung dikasih langsung ke lemari lagi. Dan yang bikin tambah bingung, gak ada CP-nya.
2. Ternyata jadwal keberangkatan mereka dimajukan jadi jam 6 pagi. Dan aku gak dikasih tahu hal ini.
3. Mereka pagi itu katanya udah nunggu aku sampai jam setengah delapan, tapi nggak dateng-dateng, akhirnya ditinggal. Aku herannya kenapa mereka nggak konfirmasi ke ustad siapa gitu, tanya ada perwakilan atau enggak. Terus kalau emang ada ditunggu bentar gitu kek.
4. Ketika aku udah sampai KEMENAG, aslinya mereka juga baru sampai Solo, tapi pas dihubungi, mereka nggak mau nunggu.
Pokoknya gara-gara 4 hal di atas, aku jadi males waktu disuruh ngebis sendiri ke Brebes. Ogah. Lha penjabatnya nggak jelas gitu. Dan singkat cerita, aku batal berangkat ke sana, dan akhirnya balik ke Klaten. Meditasi. -_-

Degitulah gambaran umum cerita PHP yang nganyeli kemaren.

***

Afwan kalau ceritanya agak Gaje. Tapi begitulah adanya. Dan ketika aku muhasabah diri sendiri, mungkin kebatalan ikut lomba bermanfaat bagiku. Tapi nggak bisa ditulis, masih belum bisa jaga hati. :))

Semoga Allah segera memperbaiki urusan instansi-instansi di negeri ini.
Oh ya, hari ini Karanganyar tercinta ulang tahun ke 97. Allah yubaarik fiiha :))

Taat meski Berat

13/11/14

Ada beberapa orang yang paling malas jikalau harus berbuat taat. Taat kepada orang tua, taat kepada ayah bunda, atau mungkin taat kepada mereka yang telah mengasuh dan membesarkan kita. Oke, ketiga tadi artinya sama -_-. Maksudku taat dari segala sisi, dari segala bentuk, dan dari siapapun jua.

Teman-temanku merasakan betapa beratnya ujian ketaatan tersebut. Seharusnya pagi ini, mereka berada di Gelora Bung Karno, mengikuti jalannya wisuda akbar ke-5 yang dihadiri oleh Syaikh Misyari Rosyid Al Afasy.

Saat itu, bayangan mereka untuk melihat Syaikh Misyari secara langsung terasa begitu dekat. Tiket kereta api pulang pergi Solo-Jakarta udah dibawa. Tiket masuk GBK juga udah. Bahkan, udah buat kartu pers resmi dari multimedia ma’had, biar bisa melihat sang syaikh lebih dekat. Tapi apa daya, meski sudah mengantongi izin dari madrasah dan kesantrian, ternyata ada salah satu ustadz yang melarang.

Semua usaha udah dilakukan. Melakukan negosiasi ulang, melobi, bahkan mungkin bisa dibilang mendebat ustadz yang bersangkutan. Tetapi beliau tidak bergeming. Dan akhirnya, teman-temanku tersebut batal berangkat ke Jakarta.

Sempat terbesit keinginan untuk tetap berangkat dan kabur, itu yang mereka rasakan. Tapi niat itu buru-buru mereka urungkan. Mereka takut perjalanan mereka justru tidak diberkahi. Ya Rabb, ijzaahum khoiron minhu.

***
Pernahkah kalian mengalami keadaan seperti di atas? Mempunyai sebuah rencana yang matang, mempunyai sebuah planning yang indah tapi nggak jadi dilaksanakan karena nggak dapet izin? Entah dilarang orang tua maupun orang yang berkedudukan di atas kita. Pasti nyesek. Tapi apa yang kalian lakukan, tetap bertahan dalam ke-nyesek-an, atau melanggar larangan?

Pilihan yang begitu berat.

Tapi sungguh, kalau kita telisik cerita-cerita dalam Al Qur’an, ternyata saat-saat seperti ini pernah terjadi. Saat-saat bilamana ketaatan diiringi dengan ujian, tetapi tetap harus dilaksanakan. Saat bilamana ketaatan adalah hal yang harus diutamakan. Allah mengisahkan dalam Al Qur’an, seakan menandakan bahwa perkara seperti ini bakalan sering terjadi dalam kehidupan. Allahu akbar.

Mari kita buka surah Al Baqoroh. Di halaman terakhir juz 2, terpatrilah kisah yang agung itu. Di halaman sebelumnya, Al Qur’an menceriterakan bagaimana kelakuan Bani Isroil sepeninggal Nabi Musa, yang memohonkan sesuatu yang diragukan oleh Nabi mereka. Tapi mereka bersikeras, hingga akhirnya Allah akhirnya memilihkan Tholut untuk memimpin mereka, berjihad menegakkan kalimat-Nya. Tapi kita tahu, pada akhirnya tiadalah menyertainya kecuali sedikit dari mereka.

                Lalu, sampailah mereka di tepi sebuah sungai. Begitu jernih air yang mengalir, mengundang setiap pribadi untuk melihat keelokannya. Begitu jernihnya ia, seolah menggoda setiap hamba untuk berkecipak bermain dalamnya, meminum darinya dan melepaskan dahaga.

                Keadaan yang lelah setelah perjalanan yang jauh, membuat siapapun yang berada di sana saat itu, semakin berhasrat untuk segera meminumnya. Tapi sang komandan menyergah mereka, “Sungguh, Allah ingin menguji kalian dengan sungai ini. Maka, tiadalah termasuk dari pasukanku apabila ia meminum airnya, kecuali hanya sebanyak tangkupan di tangannya.”

                Maka, tiadalah terasa dari kelompok yang sejak awal memang sedikit itu, kecuali segelintir orang saja. Tholut pun meneruskan peperangan bersama kelompok kecil itu. Dan akhirnya, kita bisa simak di Al Qur’an, “ Fa hazamuuhum biidznillah”. Maka binasalah Jalut atas kehendak Rabb semesta. Allahu akbar.

                Setiap kali kisah ini disinggung saat SAPALA, aku jadi tersadarkan dari niat yang menyimpang. Biasanya, serampung makan pagi, kami berusaha mencuri-curi kesempatan mencari kran, dan meneguk sedikit air darinya. Tapi, sebakda ditahdzir dengan ayat ini, kami jadi tersadar. Ketaatan itu paling utama, karena keberkahan akan amal bergantung padanya.

                Kita tentu sering mendengar cerita tentang perang Uhud. Pada perang tersebut, meski pada hakikatnya kaum Muslimin memperoleh kemenangan, tapi pada dzahirnya mereka dikalahkan oleh kaum musyrikin. Adalah Khalid bin Walid yang ketika itu belum berIslam, yang memporak-porandakan kaum Muslimin. Akhirnya, korban pun banyak berjatuhan.

                Dan musababnya adalah adanya pasukan dari kaum Muslimin yang tidak mengindahkan perintah. Mereka regu pemanah meninggalkan bukit yang seharusnya mereka jaga karena ingin mengumpulkan ghanimah sebagaimana sahabat lainnya. Dan dari bukit itulah Khalid bin Walid melancarkan serangan balasan.

                Begitulah. Maka, pantaslah Rasulullah mewanti-wanti kita dengan wasiatnya yang mulia; “Ushikum bitaqwallah wassam’i waththo’at.” Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah, mendengar, dan menaat. Meski pada seorang budak Habsyi, meski ia berkulit hitam nan legam.

Ya Rasulallah, sami’naa wa atho’naa

Karangpandan, 1 Muharram 1436H

Suasana Wisuda Akbar 5

*Pada akhirnya, kami mendapat kabar dari salah satu ikhwah yang bisa merapat ke GBK, bahwa Syaikh Misyari membatalkan kunjungannya. Laa haula wa laa quwwata illa billah.

Berkicau bersama Hujan

11/11/14

sumber : madmini

Terkadang hujan malu menampakkan dirinya
Hanya terwakili oleh gerimis dengan rindu terbawa
Menanti akan keberkahan paripurna

Kita merindu hujan
yang menyerta keberkahan
menentram jiwa akan kegalauan
menghidupkan bumi dan menumbuhkan tanaman

Ketika ia mulai menyapa
Satu sunnah acap terlupa
berhujan-hujanan dalam setiap bulirnya
Menikmati setiap bulir kesejukan Sang Pencipta

Maka patutlah tuk kita panjatkan
Segala puji bagi Dzat yang menurunkan hujan
Menambah syahdu dalam setiap amalan
Semoga berkah menyertai setiap guyuran

Ketika hujan mulai mereda
Senja yang menawan terlukis begitu merona
Menentram hati menyejuk mata
Rabbana maa kholaqta hadza bathila

Kampung 2 Menara, 18 Muharram 1435 H
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS