Cabang Iman Terendah

29/10/13



Iman itu 60 dan beberapa cabang, yang tertinggi kalimat Laa Ilaaha illa Allah dan yang terendah menyingkirkan gangguan dari jalan.

Imatotul adza ‘anith thoriq. Menyingkirkan gangguan dari jalan. Adza bisa diartikan ke banyak arti. Segala jenis gangguan termasuk dari adza. Bisa duri, batu, kayu, kerikil, besi, ampe cewek cakep XD. Intinya segala yang mengganggu jalan.

Menarik banget ya sabda Nabi di atas. Menganjurkan umatnya buat menyingkirkan gangguan dari jalan. Secara eksplisit jelas, semua orang paham. Tapi kalo ditelisik lebih jauh ke dalam, ternyata maknanya lebih dalem, “ Berbuat baik kepada manusia di segala keadaan”. Itu yang utama.

Kenapa harus menyingkirkan gangguan? Karna dengan begitu manusia bisa merasa tenang, teduh, dan nyaman. Bukankah kita adalah umat terbaik? Dan bukankah Nabi Muhammad diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia?

Coba kita lihat dewasa ini, masih adakah kepedulian seperti itu? Di masa yang penuh disesaki mahluk individualis ini, masih adakah seseorang yang mau untuk sekedar turun ke jalan, menyingkirkan sesuatu yang bisa mengganggu manusia lain? Tapi begitulah sabda Nabi. Karna apa yang beliau ajarkan kepada kita adalah sesuatu yang mulia. Tidak peduli apakah hal ini punya timbal balik bagi kita di dunia atau enggak, yang penting beramalah dan bantulah sesama.

Banyak dari kita, gue, lo, ana, antum, akhi, ukhti, akhwat, ikhwan dan yang lainnya lupa ama hal ini. Masih terdapat di diri kita tu rasa bakhil. Males berbuat kebaikan ato males bantu sesama hanya karna melihat yang lain nggak melakukannya. Padahal, apa yang mungkin nggak kita lakukan itu adalah salah satu cabang dari keimanan.

Gue jadi ingat tausiah mudir gue, ketika ada adik kelas gue yang baca hadis tentang kebakhilan. Beliau ngasih nasehat tentang kebaikan. Dan memberi arahan kepada kami semua untuk terus berbuat baik, dan jangan enggan. Karena enggan berbuat baik merupakan sebuah kebakhilan.

Contohnya, ketika lihat kamar ato kelas kotor. Ga perlu nunggu yang piket biar kelasnya bersih. Kalo emang kita lagi kosong, langsung aja bersihin. Ringan tangan. Bukannya malah nunggu yang dapet jadwal piket, eh ternyata dianya telat. Akhirnya ga jadi dibersihin. Terus siapa yang salah?

Tausiah beliau kali itu panjang banget. Gue udah lupa isi lengkapnya. Afwan ye. (y).

Dan di akhir tausiah, beliau berkata “ Jangan pernah tinggalkan kebaikan hanya karna melihat manusia tidak melakukannya”.

--- --- ---

Gue yang saat itu lagi duduk di depan mimbar langsung terpekur. Kayaknya gue pernah dapet wejangan kayak gini. Gue coba puter memori. Binggo.

Gue inget, suatu malem gue dipanggil ama senior gue. Namanya Ka’ Udin (gue samarkan). Batin gue, jangan-jangan ka’ udin pengen jodohin gue ama adiknya. Argh. Adiknya cowok. Trus berarti? Gue Cuma bisa bertanya-tanya dalam hati.

Di sana, di kamar ali, gue dapet sebuah hikmah yang selalu gue inget sampai sekarang. Ketika beliau memberi nasehat tentang kepemimpinan dan amanah yang saat itu akan segera kami pegang. Beliau memberi anjuran ke gue untuk ringan tangan, rela berkorban buat yang lain. Dimulai dari hal kecil, bersihkan kamar mandi..!!!

Dan gue coba terapin, ternyata beneran. Ada banyak hikmah saat gue brani dan mau berkorban demi yang lain. Pengen tahu rasanya? Coba aja praktekin sendiri. InsyaA kehidupan anda semua bakalan berubah J

--- --- ----

Begitulah keadaan kita. Pe er kita tambah satu lagi. Sungguh selayaknya bagi kita malu. Udah merasa banyak berinfak, tapi sesungguhnya masih pelit. Bakhil.

Kesimpulannya, kalau bukan kita yang memberi manusia rasa tenang, lalu siapa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran Anda Untuk Perbaikan Diri dan Koreksi. Terima Kasih :)

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS