Beberapa waktu terakhir,
publik sempat dikejutkan dengan kematian seorang penyanyi di bumi pertiwi ini.
Mike Mohede harus menghembuskan nafas terakhirnya di usia yang masih muda.
Banyak publik tidak percaya, karena selama ini Mike tidak dikenal pernah
riwayat sakit yang mengancam. Hingga akhirnya berbagai kabar menyeruak ikut
meramaikan kasus yang heboh ini. Beberapa
sumber menyebutkan bahwa kematian penyanyi yang terkenal lewat salah satu ajang
pencarian bakat tersebut disebabkan oleh oleh Sudden Cardiac Death (SCD)
atau lebih dikenal dengan nama serangan jantung mendadak yang biasa disebabkan
oleh brugada syndrome dan penyakit jantung koroner
Kasus kematian Mike Mahode
ini merupakan salah satu bukti bahwa prevalensi penyakit jantung di indonesia
masihlah sangat tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013 sendiri, prevalensi
jantung koroner yang pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen
dari seluruh rakyat Indonesia, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala
sebesar 1,5 persen dari seluruh rakyat Indonesia.
Penyakit Jantung Koroner, penyebab kematian
nomor 1 di Indonesia
Penyakit jantung koroner
adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah karena
adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Secara klinis, ditandai dengan nyeri
dada atau terasa tidak nyaman di dada atau dada terasa tertekan berat ketika
sedang mendaki/kerja berat ataupun berjalan terburu-buru pada saat berjalan di
jalan datar atau berjalan jauh.
Didefinisikan sebagai PJK
jika pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan/atau infark
miokard) oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita PJK tetapi
pernah mengalami gejala/riwayat: nyeri /rasa tertekan berat/tidak nyaman di
dada baik pada bagian tengah, kiri depan, atau menjalar ke lengan kiri. Gejala
lain yang mungkin dirasakan yaitu
nyeri/tidak nyaman di dada dirasakan ketika mendaki, naik
tangga, atau berjalan tergesa-gesa dan hilang ketika menghentikan
aktifitas/istirahat.
Fakta juga menunjukkan, sejak
tahun 1996 silam peringkat pertama penyebab kematian di Indonesia ditempati
oleh penyakit jantung koroner. Padahal, penyakit mematikan ini sebenarnya dapat
dicegah karena memang penyakit jantung koroner banyak disebabkan karena
kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat. Pola hidup
yang salah ini meliputi tiga aspek pokok, yaitu:
1.
konsumsi makanan yang
manis dan berlemak secara berlebihan atau yang disebut dengan GlikoLipo
Toksisit
2.
terbiasa hidup santai
tanpa melakukan aktifitas secara fisik dan kurang berolahraga atau Sedentary
Living
3.
hidup pada lingkungan
yang tak sehat yang penuh dengan radikal
bebas serta meningkatnya polusi udara.
Biasanya penderita penyakit
jantung koroner mengalami kerusakan pada bagian pembuluh darah arteri yang
lebih sering lantaran kandungan kolesterol tinggi dalam tubuh. Kolesterol
berlebih tersebut akan mengendap dalam pembuluh darah yang lambat laun terus
tertimbun hingga menjadi gumpalan atau plak. Akibatnya ruang aliran pembuluh
darah akan menyumbat sehingga memaksa jantung bekerja lebih ekstra dalam
memompa aliran darah. Apabila hal itu terus berlangsung untuk jangka waktu
lama, pembuluh arteri koroner semakin sempit dan keras atau yang biasa disebut
dengan istilah aterosklerosis. Apabila pembuluh arteri koroner sudah rusak
ataupun mengalami penyumbatan, jantung akan kekurangan asupan darah yang
membawa oksigen. Hal inilah yang nantinya menimbulkan banyak komplikasi di
kemudian hari.
Makanan Nikmat Penuh Laknat
Telah kita ketahui bahwa salah
satu penyebab dari penyakit jantung koroner ialah gaya hidup yang salah. Salah
satunya kebiasaan masyarakat adalah dalam urusan makanan, di mana karena
semakin padatnya tuntuntan hidup, masyarakat mulai banyak meninggalkan makanan
konvensional dan beralih pada makanan yang lebih cepat meskipun gizi yang
dikandung dalam
makanan tersebut tidak mencukupi kebutuhan, yaitu junk
food. Namun, barangkali kita sendiri pun mungkin terkadang masih bingung
dengan istilah junk food ini. Apa yang membedakan junk food dengan fast
food? Mari kita lihat sejarahnya.
Menurut sejarah, fast
food sendiri mulai dikenal abad 19 ketika revolusi industri di Amerika
Serikat dan negara-negara lain di Eropa bermula. Karena perubahan dari iklim
agraris menuju industrialis, masyarakat saat itu disibukkan di tempat kerja
mereka mulai dari 8-10 jam per hari. Revolusi tersebut membuat masyarakat saat
itu harus mencari alternatif lain yang lebih praktis untuk menghemat waktu yang
mereka. Salah satunya dengan mengonsumsi makanan cepat saji. Saat itu, industri
makanan masih didominasi oleh snack bar atau kios kecil atau semacam
pedagang kaki lima atau warung-warung kecil di Indonesia.
Memasuki abad ke-20 industri
fast food berkembang pesat setelah bereformasi menjadi restoran-restoran
modern. Munculah pada saat itu restoran besar semacam McDonald’s, KFC, AW,
Tacco Bell, dan juga Dunkin Donut. Perkembangannya industri ini pun semakin
cepat setelah dikenalkannya sistem franchise pada tahun 1950-an. Di
Indonesia sendiri, fast food mulai marak tahun 1990-an, di mana saat itu
dominasi restoran internasional mulai nampak. Akhirnya, fast food
semakin menarik hati para konsumen yang tidak hanya terdiri dari kalangan para
pekerja melainkan seluruh kalangan mulai dari anak-anak, remaja sampai dengan
kalangan orang tua.
Seiring berjalannya waktu,
pola makan instan mulai dirasakan dampak negatifnya bagi masyarakat. Di Amerika
Serikat, obesitas dan komplikasinya menjadi masalah nasional sebagai dampak
jangka panjang dari konsumsi fast food yang tidak terkendali. Kemudian
penyakit jantung yang telah disebutkan menjadi penyebab kematian tertinggi,
juga menjadi sebuah ancaman yang menakutkan. Hal tersebut menyadarkan
masyarakat bahwa fast food merupakan makanan yang tidak sehat dan
berpengaruh negatif terhadap kesehatan tubuh.
Atas alasan tersebut, kini
masyarakat mengidentikkan fast food dengan istilah junk food atau
makan sampah (yang tidak sehat). Maka dari sinilah harus kita sadari, bahwa
tidak semua fast food adalah junk food, karena masih
banyak makanan cepat saji konvensional yang kandungannya tetap mampu mencukupi
kebutuhan nutrisi kita.
Akan tetapi ada fakta yang
sangat disayangkan. Ada banyak persepsi masyarakat tentang junk food ini
yang masih kurang tepat. Masyarakat pada umumnya masih memandang bahwa
jenis-jenis junk food terbatas pada makanan
waralaba dari luar negeri dan memilki harga yang cukup mahal. Salah satu
keuntungannya, produk junk food dari luar negeri seperti burger, sosis,
pizza dan makanan sejenisnya berupa kemasan modern dan mahal kini sudah mulai
diwaspadai dan dipahami oleh masyarakat sebagai makanan cepat saji yang tidak
sehat.
Namun, sebenarnya jenis-jenis
junk food sendiri tidak terbatas hanya untuk makan luar negeri saja. Banyak
makanan asli Indonesia yang termasuk ke dalam jenis makanan ini, tetapi belum
banyak disadari masyarakat. Makanan Indonesia sendiri, banyak yang tidak kalah
“sampah” dari junk food yang berasal dari luar negeri. Hal ini
disebabkan oleh kandungan dalam makanan yang banyak mengandung lemak yang
berbahaya bagi tubuh kita, mulai dari masakan padang hingga gorengan.
Gorengan sendiri seolah
sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat Indonesia dewasa ini. Hampir di
setiap hajatan selalu dihidangkan gorengan, yang bisa jadi digoreng dengan
minyak jelantah yang telah digunakan berulang kali. Mungkin sudah terhitung
lagi, betapa banyak “sampah” yang kita masukkan setiap hari ke dalam tubuh
kita.
Padahal, berdasarkan
penelitian ahli gizi yang membandingkan komposisi nilai gizi antara satu burger
standar dengan lima gorengan, didapatkan hasil bahwa nilai gizi antara burger
dan gorengan sama-sama tergolong kedalam makanan berkalori dan berlemak tinggi,
sehingga bila dilihat dari nilai gizinya gorengan tidak kalah “sampah” bila dibandingkan
dengan burger.
Selain itu, minyak yang
dipakai dalam penggorengan juga ternyata menimbulkan masalah baru. Penggunaan
minyak yang berulang-ulang dengan pemanasan tinggi beserta kontak oksigen akan
mengakibatkan minyak mengalami kenaikan asam lemak bebas yang bisa berdampak pada
gagal jantung dan kematian mendadak.
Kesehatan untuk Kita
Dalam sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Majane, disebutkan bahwa konsumsi gula dan minyak jenuh seperti
yang banyak terdapat pada makanan nikmat kekinian seperti burger atau pizza,
atau makan lain seperti gorengan, dapat mempercepat perkembangan kondisi
abnormal pada jantung dan meningkatkan kemungkinan seseorang untuk terkena
hipertensi, diabetes melitus, obesitas, serta jantung koroner. Penyakit-penyakit
tersebut merupakan
penyebab kematian tersering dan memiliki nilai burden
of life tinggi yang dapat mengganggu kualitas hidup seseorang.
Nantinya, penurunan kualitas
hidup individu bisa mengakibatkan penurunan produktiftas yang nantinya juga
mempengaruhi profil kesehatan serta pembangunan bangsa. Individu yang sakit juga
mengakibatkan meningkatkan biaya berobat sehingga meningkatkan pengeluaran
negara di bidang kesehatan. Maka, tidak heran BPJS mengalami defisit
mengingat biaya penanganan penyakit-penyakit
tadi membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Padahal seandainya
masyarakat mau mengubah dan memperbaiki kualitas hidup mereka, anggaran yang
dikeluarkan untuk bidang kesehatan bisa lebih dihemat dan dialokasikan untuk
pembangunan dan pemenuhan sarana prasarana kesehatan di tempat lain seperti
daerah-daerah terpencil perbatasan dan lainnya.
Karena luasnya pengaruh
kesehatan individu pada diri sendiri dan masyarakat, sayangilah jantung dari
sekarang. Langkah kecil bisa dimulai, dengan mengurangi konsumsi gorengan dan
makanan berlemak lainnya, Alangkah lebih baik jika diganti dengan makan sayur
dan buah-buahan. Selain itu, usahakan untuk meminimalisasi penggunaan minyak
jelantah atau minyak yang telah digunakan berulang kali untuk menggoreng karena
banyak mengandung asam lemak jenuh yang berakibat buruk bagi kesehatan. Dan
terakhir, berorahlagalah secara rutin dan ajak orang-orang di sekitar Anda
untuk menerapkan perilaku hidup sehat.
Take
care of your body, it’s the only place you have to live. –Jim
Rohn
DAFTAR PUSTAKA
1. Alamsyah,
Yuyun. 2009. Antisipasi Krisis Global: Bisnis Fast Food A La Indonesia.
Jakarta: Elex Media Komputindo
2. Kementrian
Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
3. Mozaffarian
D, Rimm EB, King IB, Lawler RL, McDonald GB, Levy WC. 2004. Trans fatty acids
and systemic inf lammation in heart failure. Am J Clin Nutr
2004;80:1521-5.
4. Stanley,
W., Shah, K. and Essop, M. 2009. Does Junk Food Lead to Heart Failure?:
Importance of Dietary Macronutrient Composition in Hypertension.
Hypertension, 54(6), pp.1209-1210.
5. Yayasan
Jantung Indonesia. 2015. Sejarah Penyakit Jantung Koroner. [online]
Available at: http://www.inaheart.or.id/artikel/143-sejarah-penyakit-jantung-koroner/
[Accessed 15 Sep. 2016].