212

02/12/16

Dalam hidup itu, ada beberapa hal yang mungkin menjadi menakutkan bagi setiap orang. Ada yang takut dengan ketinggian. Ada yang takut dengan OSCE dan ujian ujian. Ada pula yang takut melanggar amanah dan perjanjian yang telah ia pegang.

Dan acapkali, seiring berjalannya waktu ketakutan itu seringkali bisa pudar. Baik memang, karena hidup akan bisa dijalani dengan tanpa hambatan. Tapi mungkin masih ada satu rasa takut yang tak bisa dihilangkan, yakni takut untuk bermaksiat dan lalai dari Sang Maha Penglihat.

Adalah di hari ini, aksi 212 insyaAllah dilaksanakan. Sudah tak terhitung lagi massa yang berbondong bondong menuju ibukota. Berpesawat ria, berbis yang ratusan jumlahnya, hingga berjalan ratusan kilo dengan diiringi takbir dan rintikan air mata orang-orang yang dilewati mereka.

Hari ini, sekali lagi umat Islam bersatu. Persatuan yang tak lagi bisa dibilang semu. Mau dibilang politik, mau dibilang konyol, terserah mereka. Karena setiap langkah perjuangan ini, long march, berpanas-panas, dan berkumpul menjadi satu dan bertumpah ruah untuk bersama kaum Muslimin seIndonesia adalah sebuah kebahagiaan dan kenikmatan yang takkan mampu ditulis dengan kata-kata. Biarlah Allah yang menilai, mana langkah yang diambil untuk dunia, dan mana yang diambil untuk kehidupan setelahnya.

Maka, semoga disini kami yang belum mampu bergabung bukan karena hitamnya hati kami. maka, kami selalu berharap semoga kami yang belum diberi kesempatan untuk berbaris bersama bukan karena kerak dosa sehingga ghiroh kami hilang adanya. Maka kami selalu berdoa semoga Allah selalu memberikan kemudahan dan berkah di manapun kira berada.

#Support212
Fii Amanillah.

Sudah terlalu lama sendiri, sudah terlalu lama aku masih sendiri

28/11/16

Zaman dahulu kala, saya masih teringat bagaimana susahnya kami di mahad memahami pelajaran kimia. Entah mungkin hanya beberapa saja dari kami yang masih ingat tentang materi kimia. Bahkan mungkin saya sendiri, yang notabene kuliah ‘ambil dunia’ juga lupa dengan materi-materi yang ada.

Yang jelas, yang masih teringat adalah perkataan dari ustadz kami tentang atom yang tidak seimbang saat sendiri. Entah apa istilahnya saya juga lupa, yang jelas saat udah jadi H20, molekul H dan O akan saling berikatan dengan erat, berbeda dengan molekul H atau O saja. Kalau salah boleh dibenerin.

Yang jelas, ketidakjelasan yang dialami oleh molekul O, seperti yang dirasakan oleh para jomblowan dan jomblowati. Susahnya saat sendiri itu, ketika melihat seseorang yang baik, dia akan selalu melirik. Stalking, dan berbuat sesuatu yang membuat orang baru dikenalnya menjadi tertarik.

Dan siklusnya pun selalu berputar sama, seperti circulus arteriosus willici. Ketemu yang baru tertarik. Lihat yang lama tertarik lagi. Lihat aktivis berkerudung besar tertarik. Lihat akhwat kalem yang bercadar juga tertarik. Muter terus. Terus jauh, terus lupa, dan akhirnya cuma jadi kenangan baginya.

“Yaudahlah bro, daripada sendiri galau mendingan pacaran aja. Kan nanti matanya ndak jelalatan.” Lalu akhirnya dia kecewa. Jauh lebih kecewa dibanding orang pertama.

Dan akhirnya kita menginsyafi, mungkin sendiri adalah caraNya, menyadarkan kita agar tidak terlalu berharap pada manusia.

Rahmi, 28 Nov 2016
Ketika anatomi sudah di luar kepala, barangkali menulis hal gak jelas adalah pengikatnya 😂😂😂

Pibesdey 20 November

20/11/16

Hari ini menjadi salah satu hari spesial dalam kehidupan saya. Pertama, untuk pertama kalinya angkatan saya di kedokteran Ulang Tahun. Well, mungkin keberadaannya gak sama kayak Pasukan Langit dulu, tapi bagaimanapun Arthron menjadi rumah persinggahan selanjutnya bagi saya di dunia ini. Pibesdey sendi :). Alhamdulillah tetep bisa hadir membersamai meski harus ngebut dan jantung berdegup lebih kencang.

Yang kedua kalinya, hari ini saya merasakan bagaimana rempongnya jadi orang yang dibahas. Wkwkwk. Yap, dicalonkan jadi ketua SKI, menunggu berjam-jam orang yang musyawarah, rasa yang bercampur aduk antara mules, males, mager, dan juga galau menghantui.

Plus di awal yang awalnya udah nolak, terus galau semaleman sampai curhat ke banyak orang, jadi imam telat, hingga akhirnya alhamdulillah ndak jadi terpilih menjadi suatu rangkaian momen yang begitu awesum. Barakallah buat ustadzana anas, semoga selalu dikuatkan. Semoga saya ndak termasuk dari proyek masa depannya ya, karena masa depan saya nanti buat dia. Iya dia. Oke ga nyambung :D

Dan terakhir, yang terpenting ialah, di hari ini. Saya bersyukur masih diberi kesempatan untuk merasakan bagaimana 4 tahun saya hidup bersama Al Quran. Masih ingat betapa bahagianya dulu, saat purna hafalan tanggal 20-11-2012, terus akhirnya diberi kemudahan hingga sekarang, bisa berada di lingkungan ini. Lingkungan orang-orang shalih, yang ada sejak dulu hingga sekarang.

Semoga di tahun ke empat ini, amanah untuk menjadi keluarga penjaga kalamNya bisa terus dibawa dengan kuat. Semoga nda lagi lalai untuk membaca, mentadabburi, dan mengamalkan isinya.

Buat hafalanku, semoga selalu betah di dalam telencephalon ya, ndak lari lari. Bisa mengingatkan saat lalai datang, bisa menegur saat niat maksiat itu ada, dan bisa menjadi pedoman bagi kehidupan. Semoga bertahun tahun mendatang, bisa terus bersama. Bisa segera berubah ijazahnya juga, bukan hanya hafal tapi juga bersanad dan bisa membagikannya.

Dan semoga, ke depannya, bisa menerapkan pesan bunda. ‘Boleh sibuk dunia, boleh bermanfaat bagi dunia, tapi jangan lupakan juga Qurannya’.

Dan di malam ini juga, dapet pengingat istimewa dari temen kos tercinta. 'Seberapa penting sih dunia, sampai sholat harus dikorbankan?’

Mari berubah untuk menjadi lebih baik. Semoga ke depannya ndak lupa lagi buat berdekat dengan Al Quran, dan bisa menjaga kedekatan dan ketepatan waktu sholat serta menjaga adab keseharian.
Oke, di akhir nulis ada momen baper mabim lagi. Wkwkwk, ketuanya nangis 😂😂😂

Barakallah buat semua, semoga Allah selalu memberkahi segala langkah kehidupan kita :)

Dapur Solo, 20-11-2016

Memilih Jalan

09/11/16

Dalam kehidupan, ada banyak pilihan-pilihan yang diberikan kepada kita. Jalan-jalan itu terbentang luas, berjajar, memberikan kebebasan penuh. Karena pada akhirnya jalan yang menentukan ialah setiap dari kita sendiri.

Dalam memilih jalan menuju akhirat pun, Allah memberikan dua pilihan. Inna hadainaahu assabiila imma syakiron wa imma kaafuuron. Jalan kesyukuran dan jalan kekufuran, dua pilihan yang Allah berikan. Karena memang, jalan manusia pada diri merekalah hak mereka dipunya.

Dalam ayat ini, mungkin terlihat Allah memberikan dua pilihan. Tetapi, pilihan itu ada bukan untuk dipilih. Pilihan itu hanya sebagai peringatan, apakah kita mau menetapi jalan hidayah, jalan kebajikan dan kesyukuran, yang pada jalan itu ridho Allah tersemai, atau memilih jalan berhura, berkufur nikmat, dan bersama para keluarga neraka.

Tapi setelah memilih jalan yang pertama, sesungguhnya berjuta cabang telah menanti juga. Jalan-jalan untuk mengabdi pada Sang Pencipta itu memberi kebebasan untuk memilih, pada jalur mana kita akan mengabdi. Ada jalan menjadi pendakwah di daerah pra sejahtera, ada ajalan menjadi pendakwah di ruangan-ruangan megah nan mewah, menjadi oase di tengah kecarutmarutan pemerintah, ada pula jalan dakwah di balik panggung, menjadi para pendidik, menjadi para penulis, menjadi orang-orang yang berdoa untuk kebaikan sesama.

Barangkali memang, kita diberi kebebasan untuk memilih jalan mana yang akan kita tempuh, tapi saat menempuh suatu jalan, akan ada banyak hak dan kewajiban yang akan kita dapatkan.

Surakarta, 14 Maret 2016

Tahanlah Ceritamu

15/10/16

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_lptt9PMHFwhatXpw8w_x7SS0t2e5LEkMfIy8pKFSad64zTu_SPBo1gveheVQ4-gpfevLr9LZxQpctHEB5bjd3rrbWU7IfWwi76q4EwWqNzqR3h-HDghKPF2O58Fr74jbu47cFG6Zv0w/s1600/senyap.jpg
Cerita, menjadi salah satu sarana efektif untuk menyampaikan sebuah pesan dan nilai kebaikan. Di Al Quran pun, Allah banyak menceritakan kisah umat umat terdahulu, agar Nabi Muhammad terhibur hatinya, agar umat ini mau mengambil pelajaran daripadanya.

Pun dalam banyak hadist, ada begitu banyak kisah-kisah yang diceritakan oleh Rasulullah. Dari kisah tentang ashabul Ukhdud, hingga kisah seorang pembunuh dengan 99 korban serta abid dan alimnya.
Pun dari para sahabat, berbagai kisah heroik juga tercatat dalam sejarah. Kisah tentang syahid yang berjalan di muka bumi, kisah keistriable-an Ummu Sulaimah binti Milhan, dan romantisme Salman dan Abu Darda.

Maka, barangkali kita perlu belajar untuk bercerita. Agar nilai kebajikan tersebut menjadi mudah untuk dicerna.

Akan tetapi, seperti yang telah kita pahami, bahwa sesuatu yang berlebih tak kan baik bagi diri. Pun dalam bercerita. Adalah sebuah kebaikan untuk berbagi kebaikan dan cerita menawan, tapi Rasul mewantikan agar tetap memilah dan memilih apa yang akan kita ucapkan.

Karena Beliau bersabda, cukuplah seseorang dikatakan dusta, manakala ia bercerita semua yang didengarnya. Karena menahan akan jauh lebih utama. Seperti berita bom madinah kemarin, betapa banyak fitnah dan buruk sangka tercipta, bersebab gegabahnya kita dalam membagikan berita.
Istighfar, barangkali lebih harus sering kita ucapkan.

Maka, tahanlah cerita menikahmu hingga tiba masanya, sebagaimana kamu dulu menahan diri untuk mengungkapkan cinta.
Yang terakhir beda cerita 😂

Yang Nikmat Belum Tentu Memikat


Beberapa waktu terakhir, publik sempat dikejutkan dengan kematian seorang penyanyi di bumi pertiwi ini. Mike Mohede harus menghembuskan nafas terakhirnya di usia yang masih muda. Banyak publik tidak percaya, karena selama ini Mike tidak dikenal pernah riwayat sakit yang mengancam. Hingga akhirnya berbagai kabar menyeruak ikut meramaikan kasus yang heboh ini.  Beberapa sumber menyebutkan bahwa kematian penyanyi yang terkenal lewat salah satu ajang pencarian bakat tersebut disebabkan oleh oleh Sudden Cardiac Death (SCD) atau lebih dikenal dengan nama serangan jantung mendadak yang biasa disebabkan oleh brugada syndrome dan penyakit jantung koroner
Kasus kematian Mike Mahode ini merupakan salah satu bukti bahwa prevalensi penyakit jantung di indonesia masihlah sangat tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013 sendiri, prevalensi jantung koroner yang pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen dari seluruh rakyat Indonesia, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 persen dari seluruh rakyat Indonesia.

Penyakit Jantung Koroner, penyebab kematian nomor 1 di Indonesia
Penyakit jantung koroner adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Secara klinis, ditandai dengan nyeri dada atau terasa tidak nyaman di dada atau dada terasa tertekan berat ketika sedang mendaki/kerja berat ataupun berjalan terburu-buru pada saat berjalan di jalan datar atau berjalan jauh.
Didefinisikan sebagai PJK jika pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan/atau infark miokard) oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita PJK tetapi pernah mengalami gejala/riwayat: nyeri /rasa tertekan berat/tidak nyaman di dada baik pada bagian tengah, kiri depan, atau menjalar ke lengan kiri. Gejala lain yang mungkin dirasakan yaitu nyeri/tidak nyaman di dada dirasakan ketika mendaki, naik tangga, atau berjalan tergesa-gesa dan hilang ketika menghentikan aktifitas/istirahat.
Fakta juga menunjukkan, sejak tahun 1996 silam peringkat pertama penyebab kematian di Indonesia ditempati oleh penyakit jantung koroner. Padahal, penyakit mematikan ini sebenarnya dapat dicegah karena memang penyakit jantung koroner banyak disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat. Pola hidup yang salah ini meliputi tiga aspek pokok, yaitu:
1.      konsumsi makanan yang manis dan berlemak secara berlebihan atau yang disebut dengan GlikoLipo Toksisit
2.      terbiasa hidup santai tanpa melakukan aktifitas secara fisik dan kurang berolahraga atau Sedentary Living
3.      hidup pada lingkungan yang tak sehat  yang penuh dengan radikal bebas serta meningkatnya polusi udara.
Biasanya penderita penyakit jantung koroner mengalami kerusakan pada bagian pembuluh darah arteri yang lebih sering lantaran kandungan kolesterol tinggi dalam tubuh. Kolesterol berlebih tersebut akan mengendap dalam pembuluh darah yang lambat laun terus tertimbun hingga menjadi gumpalan atau plak. Akibatnya ruang aliran pembuluh darah akan menyumbat sehingga memaksa jantung bekerja lebih ekstra dalam memompa aliran darah. Apabila hal itu terus berlangsung untuk jangka waktu lama, pembuluh arteri koroner semakin sempit dan keras atau yang biasa disebut dengan istilah aterosklerosis. Apabila pembuluh arteri koroner sudah rusak ataupun mengalami penyumbatan, jantung akan kekurangan asupan darah yang membawa oksigen. Hal inilah yang nantinya menimbulkan banyak komplikasi di kemudian hari.

Makanan Nikmat Penuh Laknat
Telah kita ketahui bahwa salah satu penyebab dari penyakit jantung koroner ialah gaya hidup yang salah. Salah satunya kebiasaan masyarakat adalah dalam urusan makanan, di mana karena semakin padatnya tuntuntan hidup, masyarakat mulai banyak meninggalkan makanan konvensional dan beralih pada makanan yang lebih cepat meskipun gizi yang dikandung dalam makanan tersebut tidak mencukupi kebutuhan, yaitu junk food. Namun, barangkali kita sendiri pun mungkin terkadang masih bingung dengan istilah junk food ini. Apa yang membedakan junk food dengan fast food? Mari kita lihat sejarahnya.
Menurut sejarah, fast food sendiri mulai dikenal abad 19 ketika revolusi industri di Amerika Serikat dan negara-negara lain di Eropa bermula. Karena perubahan dari iklim agraris menuju industrialis, masyarakat saat itu disibukkan di tempat kerja mereka mulai dari 8-10 jam per hari. Revolusi tersebut membuat masyarakat saat itu harus mencari alternatif lain yang lebih praktis untuk menghemat waktu yang mereka. Salah satunya dengan mengonsumsi makanan cepat saji. Saat itu, industri makanan masih didominasi oleh snack bar atau kios kecil atau semacam pedagang kaki lima atau warung-warung kecil di Indonesia.
Memasuki abad ke-20 industri fast food berkembang pesat setelah bereformasi menjadi restoran-restoran modern. Munculah pada saat itu restoran besar semacam McDonald’s, KFC, AW, Tacco Bell, dan juga Dunkin Donut. Perkembangannya industri ini pun semakin cepat setelah dikenalkannya sistem franchise pada tahun 1950-an. Di Indonesia sendiri, fast food mulai marak tahun 1990-an, di mana saat itu dominasi restoran internasional mulai nampak. Akhirnya, fast food semakin menarik hati para konsumen yang tidak hanya terdiri dari kalangan para pekerja melainkan seluruh kalangan mulai dari anak-anak, remaja sampai dengan kalangan orang tua.
Seiring berjalannya waktu, pola makan instan mulai dirasakan dampak negatifnya bagi masyarakat. Di Amerika Serikat, obesitas dan komplikasinya menjadi masalah nasional sebagai dampak jangka panjang dari konsumsi fast food yang tidak terkendali. Kemudian penyakit jantung yang telah disebutkan menjadi penyebab kematian tertinggi, juga menjadi sebuah ancaman yang menakutkan. Hal tersebut menyadarkan masyarakat bahwa fast food merupakan makanan yang tidak sehat dan berpengaruh negatif terhadap kesehatan tubuh.
Atas alasan tersebut, kini masyarakat mengidentikkan fast food dengan istilah junk food atau makan sampah (yang tidak sehat). Maka dari sinilah harus kita sadari, bahwa tidak semua fast food adalah junk food, karena masih banyak makanan cepat saji konvensional yang kandungannya tetap mampu mencukupi kebutuhan nutrisi kita.
Akan tetapi ada fakta yang sangat disayangkan. Ada banyak persepsi masyarakat tentang junk food ini yang masih kurang tepat. Masyarakat pada umumnya masih memandang bahwa jenis-jenis junk food terbatas pada makanan waralaba dari luar negeri dan memilki harga yang cukup mahal. Salah satu keuntungannya, produk junk food dari luar negeri seperti burger, sosis, pizza dan makanan sejenisnya berupa kemasan modern dan mahal kini sudah mulai diwaspadai dan dipahami oleh masyarakat sebagai makanan cepat saji yang tidak sehat.
Namun, sebenarnya jenis-jenis junk food sendiri tidak terbatas hanya untuk makan luar negeri saja. Banyak makanan asli Indonesia yang termasuk ke dalam jenis makanan ini, tetapi belum banyak disadari masyarakat. Makanan Indonesia sendiri, banyak yang tidak kalah “sampah” dari junk food yang berasal dari luar negeri. Hal ini disebabkan oleh kandungan dalam makanan yang banyak mengandung lemak yang berbahaya bagi tubuh kita, mulai dari masakan padang hingga gorengan.
Gorengan sendiri seolah sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat Indonesia dewasa ini. Hampir di setiap hajatan selalu dihidangkan gorengan, yang bisa jadi digoreng dengan minyak jelantah yang telah digunakan berulang kali. Mungkin sudah terhitung lagi, betapa banyak “sampah” yang kita masukkan setiap hari ke dalam tubuh kita.
Padahal, berdasarkan penelitian ahli gizi yang membandingkan komposisi nilai gizi antara satu burger standar dengan lima gorengan, didapatkan hasil bahwa nilai gizi antara burger dan gorengan sama-sama tergolong kedalam makanan berkalori dan berlemak tinggi, sehingga bila dilihat dari nilai gizinya gorengan tidak kalah “sampah” bila dibandingkan dengan burger.
Selain itu, minyak yang dipakai dalam penggorengan juga ternyata menimbulkan masalah baru. Penggunaan minyak yang berulang-ulang dengan pemanasan tinggi beserta kontak oksigen akan mengakibatkan minyak mengalami kenaikan asam lemak bebas yang bisa berdampak pada gagal jantung dan kematian mendadak.

Kesehatan untuk Kita
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Majane, disebutkan bahwa konsumsi gula dan minyak jenuh seperti yang banyak terdapat pada makanan nikmat kekinian seperti burger atau pizza, atau makan lain seperti gorengan, dapat mempercepat perkembangan kondisi abnormal pada jantung dan meningkatkan kemungkinan seseorang untuk terkena hipertensi, diabetes melitus, obesitas, serta jantung koroner. Penyakit-penyakit tersebut merupakan penyebab kematian tersering dan memiliki nilai burden of life tinggi yang dapat mengganggu kualitas hidup seseorang.
Nantinya, penurunan kualitas hidup individu bisa mengakibatkan penurunan produktiftas yang nantinya juga mempengaruhi profil kesehatan serta pembangunan bangsa. Individu yang sakit juga mengakibatkan meningkatkan biaya berobat sehingga meningkatkan pengeluaran negara di bidang kesehatan. Maka, tidak heran BPJS mengalami defisit mengingat  biaya penanganan penyakit-penyakit tadi membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Padahal seandainya masyarakat mau mengubah dan memperbaiki kualitas hidup mereka, anggaran yang dikeluarkan untuk bidang kesehatan bisa lebih dihemat dan dialokasikan untuk pembangunan dan pemenuhan sarana prasarana kesehatan di tempat lain seperti daerah-daerah terpencil perbatasan dan lainnya.
Karena luasnya pengaruh kesehatan individu pada diri sendiri dan masyarakat, sayangilah jantung dari sekarang. Langkah kecil bisa dimulai, dengan mengurangi konsumsi gorengan dan makanan berlemak lainnya, Alangkah lebih baik jika diganti dengan makan sayur dan buah-buahan. Selain itu, usahakan untuk meminimalisasi penggunaan minyak jelantah atau minyak yang telah digunakan berulang kali untuk menggoreng karena banyak mengandung asam lemak jenuh yang berakibat buruk bagi kesehatan. Dan terakhir, berorahlagalah secara rutin dan ajak orang-orang di sekitar Anda untuk menerapkan perilaku hidup sehat.

Take care of your body, it’s the only place you have to live. –Jim Rohn



DAFTAR PUSTAKA
1.       Alamsyah, Yuyun. 2009. Antisipasi Krisis Global: Bisnis Fast Food A La Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo
2.       Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
3.       Mozaffarian D, Rimm EB, King IB, Lawler RL, McDonald GB, Levy WC. 2004. Trans fatty acids and systemic inf lammation in heart failure. Am J Clin Nutr 2004;80:1521-5.
4.       Stanley, W., Shah, K. and Essop, M. 2009. Does Junk Food Lead to Heart Failure?: Importance of Dietary Macronutrient Composition in Hypertension. Hypertension, 54(6), pp.1209-1210.
5.       Yayasan Jantung Indonesia. 2015. Sejarah Penyakit Jantung Koroner. [online] Available at: http://www.inaheart.or.id/artikel/143-sejarah-penyakit-jantung-koroner/ [Accessed 15 Sep. 2016].

Yang kita butuhkan

“Yang kita butuhkan hanya bertatap muka, saling melepas rindu dan bertegur sapa, agar ruh-ruh kita kembali bersapa syahdu dan saling memantapkan untuk tetap tegar di jalan ini”

Dalam kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat, ada begitu banyak hal yang terasa tidak ideal. Dari manapun, pasti akan selalu ada ‘penggangu keharmonisan’. Entah atasan yang diktator, bawahan yang hilang dan jarang keluar, atau barangkali diri kita sendiri yang terlalu lalai dengan dunia.

Ketika tumpukan masalah bertumpuk menjadi satu, ketika itulah kefuturan itu benar-benar menghampiri. Ada sebersit pikiran untuk berhenti sejenak dari memberi kemanfaatan, bahkan mungkin lari dari kenyataan. Dan saat itu, satu masalah sederhana pun bisa menjadi penyulut masalah setelahnya, yang bisa jadi lebih besar dan tak lagi berjalan semestinya.

Maka, ketika kakimu ingin berlari, ketika troponin sudah hampir berikatan dengan ion Ca2+, tundalah sejenak. Lihatlah kawan di sampingmu. Yang barang kali merasakan hal yang sama sepertimu. Tatap wajah mereka dan rasakan bahwa sebenarnya senyuman kecil sudah mampu menebus peluh dan luka yang ada.

Mari bertemu, karena inti kita terjun adalah bersosialisasi, bukan membuat mahluk bernama program kerja.
Masjid Rahmi, 15-10-2016
Mari bekerja, mari berkarya
Musyawarah Kubro sebentar lagi :)

Semoga kembali bersemangat (menulis)

29/09/16

Dalam beberapa bulan terakhir, siklus dalam hidup mulai kembali beranjak seperti sedia kala. Liburan telah purna, liburan telah usai, meninggalkan berjuta kenangan dan momen yang barangkali hanya akan menjadi kenangan di kemudian hari.

Siklus berubah, maka diri kita pun juga harus banyak berubah. Dari liburan yang banyak santai, online menjadi hal yang biasa, menuju kehidupan riwuh dan ruwet yang banyak menuntut dan dituntut. Hingga akhirnya berbagai kesibukan dan kerumitan ini pun membuat kita memiliki banyak masalah, sehingga acapkali tulisan menjadi wadah yang melegakan, meski mungkin belum menyelesaikan.

Betapa saat liburan dulu, ada begitu banyak target dicanangkan. Mulai dari membaca beberapa judul buku, menulis, hingga banyak berinteraksi dengan Al Quran. Tetapi ternyata setan jauh lebih lihay. Kita dilenakan, kita dibuat lupa. Hingga akhirnya liburan purna, dan kesibukan menjadi teman akrab kita (lagi).

Maka, di tengah kesibukan ini, mari kita berbagi cerita. Barangkali bukan kesombongan, bukan pujian, atau keluhan tujuan yang ada dalam setiap huruf yang kita tuliskan. Semoga setiap kisah kita mampu menjadi pengingat dan penyemangat. Karena kita menulis bukan karena kita bisa, tapi agar bisa diajari dan dibenarkan pemahaman kita oleh mereka yang sudah bisa.

Masjid Rahmi FK UNS, 29 September 2016
Udah punya dedek baru :”)

Onta atau Unta?

25/07/16

Onta atau unta? Seringkali dalam mengucapkan sebuah kata ada kebingungan menentukan ejaan yang tepat untuk kata tersebut. Seperti kata unta, atau onta. Kita bingung mana yang benar, antara huruf o atau a. Pun apabila kita telisik di line, saat menulis kata onta atau unta kedua-duanya sama-sama disarankan gambar unta, atau onta.

Dan, kamus besar bahasa Indonesia bertitah bahwa kata yang baku ialah kata unta. Maka, andaikan kita tak teliti, dalam membuat naskah atau karya tulis bisa jadi sebuah cacat yang menjadi nilai minus. Iya hanya satu huruf kita kebingungan karena memang kedua kata yang ada terasa familiar.

Dan ternyata, kebiasaan ‘salah’ itu ndak hanya terdapat dalam bahasa ibu pertiwi saja. Seperti bahasa yang kita lafalkan tiap hari, yang pengucapannya menjadi kewajiban bagi kita, yakni bahasa Arab.

Betapa dalam mengucapkan bahasa yang dipilih Allah ini kita masih jauh dari pelafalan yang benar. Dan banyak dari kita merasa bahwa bacaan kita bagus, udah sesuai sama yang diajarkan dulu pas TPA, padahal ternyata jauh berbeda. Pun terkadang ada yang bahkan tidak merasa salah dalam melafalkan bahasa ini dan merasa tenang dan santai saja.

Bukan seperti onta atau unta yang masih sekufu, bahkan al hamdu dan al khamdu memiliki dua makna yang jauh berbeda dalam bahasa Arab ini. Maka andaikan kita mau belajar dan menyadari betapa banyak makna yang sudah terbiaskan dari asalnya.

Iya, Allah tidak akan menghukum hambaNya yang tidak tahu. Tapi apa iya selamanya kita mau jadi mahluk yang miskin ilmu?

Yuk belajar tajwid, belajar tahsin, belajar bagaimana cara melafal bahasa yang dipilih oleh Rabbul Alamin.

Aaa iii uuu baa’

Klaten, 250716

Naik-naik ke puncak gunung

19/07/16

“Naik-naik ke puncak gunung
Tinggi tinggi sekali
Kiri kanan kulihat saja banyak pohon cemara a a a”

Lagu masa kecil tersebut seolah mendoktrin kita untuk berbahagia melihat hijaunya Alam semesta. Apalagi di gunung, dengan kesejukannya, berdendang akan semakin mengasyikkan dalam menikmati pemandangan.

Mungkin untuk mendidik generasi, perlu kita sedikit ganti liriknya.
“Naik-naik ke puncak gunung
Tinggi-tinggi sekali
Ku bersyukur nikmat Ilahi banyak-banyak sekali i i..”

Hehe
Kosbin Al Fatih 190716

M

18/07/16

Marasmus adalah salah satu penyakit yang saya pelajari pada awal masa belajar di fakultas kedokteran ini. Marasmus timbul karena malnutrisi atau kekurangan gizi pada seorang balita.

Biasanya penyakit ini ditandai dengan tubuh anak atau balita mirip orang tua, tubuh sangat kurus sehingga terlihat tulang hanya terbungkus oleh kulit, kulit keriput, perut berbentuk cekung dan kecenderungan anak yang mengalami kondisi ini adalah rewel dan mudah menangis.

Adapun apabila lebih spesifik pada kekurangan protein, maka akan timbul penyakit kwarshiokor. Penyakit ini ditandai dengan pembengkakan atau juga disebut edema pada seluruh tubuh, rambut tipis dan warnanya seperti rambut jagung sehingga mudah rontok dan mudah sekali dicabut, Ukuran otot mengecil dan sama juga terjadi perubahan mental menjadi rewel dan apati.

Dan kedua penyakit ini, masih saja menjadi masalah yang cukup serius di negara berkembang. Terutama di afrika dan mungkin juga di Indonesia. Ah, betapa kurang bersyukurnya kita diberi nikmat kesehatan dan cukup gizi.

Sungguh, kekurangan gizi saja sudah menimbulkan suatu permasalahan yang cukup serius. Maka, bagaimana apabila yang kekurangan ternyata bukan sekedar gizi? Tetapi juga harta, bahkan akhlaq diri?

Adalah sore ini, rumah saya kedatangan tamu seorang wanita paruh baya. Awalnya saya belum tahu siapa beliau, hingga akhirnya beliau menangis sambil menceritakan kisah hidupnya.

‘Hartanya bisa dipakai buat 7 turunan’, mungkin semua orang akan menganggap kekayaan beliau seperti itu. Ya, kekayaan beliau sebegitu banyaknya, sehingga semua orang tidak menyangka akan seperti ini nasib beliau kemudian.

Adalah saat itu beliau tidak mempunyai anak, kemudian mengambil keponakan beliau sebagai anak angkat. Anak itu diurus hingga dewasa dan purna sekolah bahkan sampai menyempurnakan separuh agama. Ternyata di masa 'pengangkatan’ itu, beliau memiliki anak.

Dan masalah bermula ketika anak angkat beliau menuntut hak untuk mendapat hak seperti yang didapatkan oleh anak kandung beliau. Beliau tidak mengiyakan. Akhirnya, suami anak angkat beliau yang juga seorang notaris membuat sebuah skenario hingga akhirnya semua kekayaan beliau disita dan tak mampu digunakan lagi sampai akhirnya jatuh miskin seperti ini.

Dan hari ini, saya mendengar tangisan beliau langsung, ingin meminjam uang hanya untuk biaya sewa rumah beliau. Ya Allah.

Maka bayangkan bagaimana seandainya bangsa ini miskin akhlaq. Apalagi keburukan yang akan tercipta?
Klaten, 180716

L

“Laki-laki seperti apa yang sebenarnya kau inginkan nduk?”

“Yang biasa saja pak. Bukan sarjana, bukan tentara, bukan saudagar kaya, yang penting mau menjaga kalamNya seumur hidupnya” jawab Aisyah, saat ditanya mengapa ia menolak lamaran yang entah sudah ke berapa.

K

17/07/16

Kenapa sengatan ubur-ubur bisa menyebabkan shock anafilaksis? Kenapa perlu diperlakukan moratorium fakultas kedokteran di Indonesia? Kenapa internship harus dijalani oleh dokter sebelum mendapatkan gelar STR? 

Kenapa menjadi salah satu pertanyaan yang agak sulit dijawab dalam soal ujian. Acapkali ketika soal essay ada di hadapan, banyak yang bingung terutama mahasiswa untuk menjawab sesuai dengan alasan yang seharusnya. Tetapi dalam kenyataan, kenapa menjadi salah satu pertanyaan yang perlu dicecarkan sebelum suatu keputusan dilaksanakan.

Misalnya seperti pertanyaan di atas, perlu diketahui banyak pihak alasan kenapa moratorium pendidikan kedokteran di Indonesia. Karena alasan a, b, c sehingga tujuan dan kemufakatan dapat dicapai.

Tapi ternyata ada yang beda dalam masalah ketaatan. Dalam kisah generasi termulia, para sahabat tak pernah mempertanyakan sesuatu yang memang sudah ada perintah dari langit.

Seperti puasa kemarin, semua taat, semua tunduk, ndak ada satu pun pihak yang mempertanyakan, kenapa sih harus subuh sampai maghrib. Kenapa bukan maghrib sampai dzuhur aja.

Andaikan sikap kita pada puasa seperti sikap pada ibadah lainnya :“
Klaten, 170716

J

J.A.R.V.I.S. merupakan singkatan dari Just a Rather Very Intelligent System. Dia mungkin aplikasi, software, OS, atau apapun namanya yang membantu Tony Stark dalam menjadi alter egonya, Iron Man.

Kemudian di dalam film Age of Ulthron, dikisahkan Jarvis dihancurkan oleh Urthron, kemudian diacak-acak sehingga di awal kemudian kita telah menganggapnya mati. Mesko di kemudian hari, kita akhirnya tahu Jarvis akhirnya mendapatkan ‘kulit'nya setelah ditransfer menjadi seorang (?) vision.

Kisah cerita bersama kawan SMA, barangkali semenarik kisah dari J.A.R.V.I.S. Di Awal menjadi sebuah kumpulan yang solid, sering bersama melewati masa-masa kelam dan cerah di SMA. Hingga akhirnya suka tak suka, mau tak mau, kami dipisahkan oleh wisuda. Meski tak seperti rusaknya J.A.R.V.I.S. tapi berpisah dengan mereka sudah cukup membuat trauma dalam hidup kami.

Dan akhirnya, setelah setahun menyebar di muka bumi, Jumat kemarin Allah memperkenankan kami untuk berkumpul kembali. Bertadabbur alam, touring dengan kuda besi kesayangan menembus bukit di wonogiri dan pacitan.

Dan ketika kumpul lagi seperti inilah, persaudaraan lebih kuat terasa. Iya, seperti J.A.R.V.I.S., ketika sudah diupgrade menjadi Vision. Kayak motor juga, dari vario jadi CB150R.. .-.

Klaten, 170716
Udah mulai gajelas lagi ✌

I

15/07/16

‘I’m iron man’, kalimat tersebut menjadi kalimat yang memulai sejarah marvel cinematic universe. Dimulai dari kisah fenomenal playboy pintar yang bisa membuat robot, akhirnya membuat studio marvel yakin untuk menerbitkan film-film lanjutannya.

Hampir puluhan film sudah diproduksi oleh studio marvel. Dan mengemas tagline marvel cinematic universe (MCU), film-film dari dunia captain america dan kawan-kawan mampu membius berjuta penonton di dunia.

Studio marvel pun berusaha melirik dunia tv series, di mana di sana telah ada drama superhero milik dc comics, arrow dan the flash. Meskipun cerita bisa dibilang biasa, akan tetapi kekuatan dari cerita berkesinambungan dan terintegrasi akan MCU membuat Agent of Shield menjadi favorit para pemirsa. Begitu indahnya jika dunia film saling bertautan antara satu dengan lainnya.

Di sisi lain, di dunia nyata sendiri, betapa suatu sistem yang terintegrasi masih perlu untuk diupayakan. Terutama di bidang kesehatan, di mana terkadang banyak muncul konflik dan polemik akan ketidaksaling pahaman ini.

Adalah salah satu contohnya, ketika di lapangan terjadi konflik antara dokter dan apoteker berkenaan dengan kewenangan memberikan pengobatan. Meskipun masing-masing memiliki tupoksi berbeda, akan tetapi tanpa kesepemahaman antara pihak satu dengan yang lainnya membuat masing-masing saling bersuudzon dan merasa pihak yang sebelah adalah pihak yang salah.

Maka bersebab itulah, dicanangkan program IPE, interprofesional education. Biar bisa jadi kayak MCU, atau nanti diubah jadi MPU, medical Profession Universe. Oke, hud receh.

Intinya, apa sih IPE itu? Kalau menurut WHO IPE bermakna sebuah proses pembelajaran antara berbagai mahasiswa kesehatan atau tenaga kesehatan dengan berbagai latar pendidikan dengan tujuan utama adalah interaksi antar tenaga kesehatan dan berkolaborasi untuk menghasilkan usaha kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dan usaha kesehatan lainnya.

Psst: Masih Kepo sama IPE? Sama. Maaf huda udah lelah ngetiknya di jalan2. Lagian ini aslinya juga postingan hari kemarin.

Kapan-kapan bisalah kita ngopi bareng bahas bahas masalah kedokteran lebih dalam. Siapa tahu jodoh.

Wonogiri, 150716
Yang lagi terjebak hujan di tengah turing .-.

H

13/07/16

‘HAIL HYDRA’. Beberapa minggu yang lalu penggemar komik marvel dikejutkan dengan munculnya cover komik di mana Capten America mengucapkannya.

Seperti yang kita tahu, kalimat tersebut menjadi fenomenal bagi kalangan penggemar Marvel comic. Yap, hail hydra merupakan slogan dan tanda kesetiaan dari pengikut hydra selaku musuh dari S.H.I.E.L.D. Saya tak ingin berkata banyak tentang Marvel Cinematic Universe, tapi intinya karena kalimat itulah agent Ward yang awalnya dielukan menjadi sosok yang mungkin disayangkan keanggotaanya pada hydra bagi sebagian orang.

Hal yang menarik selanjutnya, ialah bagaimana di film CA: Civil War, dikisahkan loyalitas para agent dari hydra yang begitu hebatnya. Bahkan saat disiksa oleh Zemo di dalam air pun mereka tetap teguh memegang kalimat 'hail hydra’, hingga akhirnya ajal menjemputnya.

Ah, yang di atas memang tak lebih dari sekedar cerita karangan manusia. Tetapi pelajarannya, betapa hebatnya loyalitas dan keistiqomahan mereka meyakini jalan yang mereka lalui.

Maka tak salah, ketika suatu hari Rasul bertanya, 'wahai Rasul, berilah aku perkataan yang tiada kan kutanyakan kepada selainmu’. Dan saat itu Rasul menjawab 'Qul amantu billah tsumma istaqim. Katakanlah, aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah.’

Maka di zaman ini, zaman di mana beristiqomah layaknya memegang bara api, selaiknya kita terus meneladani kisah bilal ketika disiksa majikannya. Hanya satu kalimat agung yang keluar dari mulutnya. Ahad. Ahad. Ahad.

Betapa sebenarnya kita sebegitu jauh dari surga.

Maka betapa Indah doa yang diajarkan oleh Rasul

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati
Tetapkanlah hati ini pada agamamu.”

KosbinAlFatih 130716
Yang masih terus belajar buat istiqomah

G

12/07/16

Guru menjadi sosok yang disorot akhir-akhir ini. Terkisahkan seorang guru yang dituntut oleh wali murid yang diajarnya, bersebab ‘kekerasan’ yang dia lakukan. Mungkin akhirnya kasus keduanya terselesaikan dengan kekeluargaan, tetapi saya rasa kekesalan netizen dan meme-meme yang ada tidak akan mudah hilang dengan kekeluargaan saja.

Dan akhirnya, muncul berbagai sindiran. Dari kisah tentang perbedaan zaman dahulu dan kini, dimana dahulu seorang anak akan ditambah hukuman saat melapor dia dihukum gurunya, sedangkan di masa kini orang tua justru malah melaporkan gurunya ke polisi.

Ada juga yang mengancam agar para orang tua mendirikan sekolah sendiri, membuat ujian sendiri, dan mengeluarkan ijazah sendiri jika ingin anaknya tidak dihukum. Semakin peliklah masalah ini. Bahkan, ketika ada sekolah yang membuat MoU tentang masalah ini pun, timbul lagi permasalahan dari menteri yang tidak menyetujuinya. Betapa serba salah menjadi seorang guru.

Saya jadi teringat tentang kisah adik kelas saya, bagaimana kekerasan menjadi bagian dari hidupnya. Adalah ayahnya seorang ustadz yang terkenal keras dalam mendidik murid-muridnya, termasuk anaknya yaitu adik kelas saya ini. Terkisah, dia sering dirotan ayahnya saat tidak serius dalam belajar.
Saya yakin, pasti di awal adik kelas saya ini merasa kesal. Di saat teman-temannya bisa bebas bermain dan menjalani hidupnya, dia harus 'terkekang’ belajar agama. Mungkin, itu dulu. Tapi saya lebih yakin, sekarang dia bersyukur dengan rotan itu, karena telah mengantarkannya mendapatkan sanad AlQuran, umroh sebagai tamu kehormatan, dan mengisi berbagai seminar keIslaman.

Barangkali bukan kekerasannya yang dihilangkan. Tetapi bagaimana mengarahkan 'kekerasan’ itu untuk kebaikan, dan dengan penuh ketulusan.

Di sudut lain, cerita tentang guru juga menjadi sisi menarik dari kisah pernikahan ustadz Salim yang beliau sampaikan dia akun media sosial beliau. Bagaimana dengan status guru yang disandang orang tua beliau, membuat sang mertua menjadi yakin untuk menerima pinangannya.

Pun mertua beliau juga meyakini, bahwa guru adalah sebuah profesi yang mulia, yang beliau impikan di masa muda. Dan tertulislah sejarah indah itu, menjadi mantu karena pekerjaan guru.

Adalah Rasulullah sendiri yang menyabdakan, bahwa mereka yang terbaik bukan hanya mereka yang mau belajar, tapi juga yang mau mengajarkan. Menjadi guru, menjadi ulama. Dan Rasul juga menyabdakan, bahwa ulama telah menjadi pewaris dari para Anbiya, yang mewariskan ilmu, bukan harta.

Maka, berbahagialah para guru, dengan keikhlasan mereka membagi ilmu. Maka terberkahkanlah hidup para ulama, bersebab kesabaran mereka mendidik para siswa dan membangun generasi berikutnya.

Semoga niat-niat mereka selalu hanya untukNya. Karena guru akan tetap menjadi profesi mulia, dulu, kini, esok, dan selamanya.

Psst: Saya masih saja bermimpi, bisa bersanding dengan seorang guru. Entah guru 'mapel umum’, guru agama, atau guru 'mahasiswa’. Mimpi boleh kan? 😅 -yg ini gapenting .-.
Klaten, 120716

F

11/07/16

“France cannot be destroyed. She is an old country who, despite her misfortunes, has, and always will have, thanks to her past, a tremendous prestige in the world, whatever the fate inflicted upon her.”
-Pierre Laval

Karir mantan perdana menteri tersebut memang telah mencapai antiklimaks setelah dihukum mati dengan tuduhan penghianat yang tersemat. Akan tetapi, kata-kata sakti itu akan terus bersemayam di benak orang Perancis, setidaknya sampai hari ini. Hari bersejarah bagi Eropa dan dunia.
 Oke, yang ini Huda sok tahu.

Tetapi memang, quote tersebut bisa mewakili kondisi Perancis saat ini. Bermain di depan publik sendiri, dengan dukungan penuh, tetapi ternyata dewi keberuntungan belum berada di pihak mereka. Adalah sejak menit-menit awal Portugal mampu memenangkan hati dunia, bersebab sang Kapten yang dilanggar oleh seorang pemain yang sedang dipuja. Dan akhirnya, sang pemain, Payet pun menjadi bahan bully-an di media massa bersebab satu kesalahan tersebut. Sungguh, sebuah kesalahan yang mengubur berbagai peristiwa fenomenal.

Tercatat, tujuh tembakan dari tim berjuluk les bleus itu menemui sasaran. Pun mistar gawang masih menjadi benteng kokoh yang menghalangi kemenangan tuan rumah. Hingga kegemilangan mereka di babak penyisihan menjadi terlupakan. Semoga penduduk Perancis teringat dengan quote ini.

Sedangkan berdiri di sisi protagonis timnas Portugal, dengan segala keterbatasan. Dengan sebuah tekanan hebat setelah megabintang mereka harus keluar dengan linangan air mata. Sungguh sebuah kehilangan yang besar. Akan tetapi mereka tak mau berlarut. Portugal terus berupaya berjuang, dengan semangat sang Kapten yang dititipkan pada rekan-rekannya.

Hingga akhirnya drama hari ini pun berakhir dengan gol semata wayang Eder yang menggetarkan jala timnas Perancis. Penonton bersorak, baik yang di lapangan, maupun yang menonton dari balik layar. Semua telah menganggap Perancis sebagai tokoh antagonis, dan menganggap kemenangan ini sebagai kemenangan bersama. Pun saya yakin, seandainya Portugal kalah akan segera bermunculan meme yang berkata ‘France won the Cup, Ronaldo won our hearts’. Meski akhirnya prediksi saya terbantahkan.

Maka berbicara tentang Portugal, saya jadi teringat kisah itu. Sebuah kisah ketika Madinah berada pada suasana getir dan duka. Berita wafatnya Rasul sang Kekasih Mulia menyebar, dan lelaki bertubuh besar itu tidak percaya, berkeliling seantero Madinah dengan menghunuskan pedangnya, membuat suasana di hari itu semakin mencekam.

Adalah perbedaannya saat itu Abu Bakar yang menjadi penenangnya. Terlantunlah ucapan agung itu, 'Barangsiapa yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad telah mati, dan barangsiapa yang menyembah Allah sesungguhnya Allah Maha Hidup lagi Tiada Kan Mati’, seraya membaca surat Ali Imron ayat 144

Bergetar hebatlah lelaki besar itu, seolah baru mendengar ayat itu untuk pertama kali. Dan dari kejernihan hati Abu Bakar kita belajar, bahwa sesungguhnya dakwah ini akan terus berjalan sampai kelak kiamat tiba.

Dari timnas Portugal kita belajar, bahwa tak layak untuk menggantungkan harapan pada manusia, sehebat apapun ia. Dari timnas Portugal kita belajar, bahwa jalan kebaikan haruslah terus berjalan, meski tanpa tokoh yang dikenal hebat, meski tanpa tokoh yang memiliki nama, karena kesuksesan dan kebahagiaan akan terwujudkan bagi mereka yang mau berusaha.

Maka, apakah kita hanya menikmati, atau mau mengambil pelajaran yang berarti?

Psst: ketika membahas masalah ini di grup tadi, ada salah seorang ikhwah yang bertanya, 'siapakah CR itu?’ Lalu ada kawan yg spontan menjawab, dia adalah seorang donatur Palestina. Hey, iya. Bahkan Cristiano Ronaldo dengan dasar kemanusiaan pun mendukung Palestina dengan harta dan ketenarannya. Lalu sudahkah kita berbuat bagi mereka?

Klaten, 110616
Ditengah suasana hebring Pokemon GO, superfamily100, dan cerita nikahnya ust Salim A Fillah

E

10/07/16

Emas hitam adalah julukan komoditas utama dari negara tetangga dengan pendapatan di atas rata-rata. Dengan cadangan yang melimpah, Brunei Darussalam menjadi sebuah negara kaya yang diimpikan oleh berjuta pasang mata. Dengan kecukupan sumber daya tersebut, betapa banyak ‘program tanpa biaya’ yang mendukung kesejahteraan rakyatnya.

180° dengan negara tetangga, entah kenapa dengan jumlah minyak bumi yang tak kalah sedikit, Indonesia masih saja berputar pada lingkaran prasejahtera yang tak berujung seperti ini. Berputar pada seputar masalah kesehatan, pendidikan, mental, dan korupsi. Ah, barangkali karena para pemangku kebijakan belum memiliki grup WA.

Di sudut bumi lain, juga terdapat sebuah negara yang tak kalah kaya. Negara yang daerahnya mencangkup dua masjid besar umat Islam. Negara itu, Saudi Arabia.

Adalah negara ini, awalnya adalah sebuah negara yang biasa. Terkenal dengan padang pasir dan menggantungkan perekonomian hanya dari pendapatan Jemaah haji yang datang.

Hingga akhirnya Allah berikan kemakmuran, Allah jaminkan kecukupan, terlepas dari pro kontra dari negara tersebut, bersebab -kata seorang ulama- berkah dari dua tanah haram tersebut. Dengan emas hitam yang terkandung di dalam perutnya, seolah ingin dikatakan pada para pejabat di Arab, 'tak perlu ragu untuk menjamu tamu Allah, karena telah Allah jaminkan kecukupan atasnya’.

Akhirnya pun, dadi emas hitam tersebut kini kaum muslimin terfasilitasi untuk berhaji di tanah suci.
Memang, karena apabila Allah menginginkan kebaikan pada hambaNya, tak sulit bagiNya untuk berkata, 'jadilah. Maka jadilah’. Maka, apakah diri kita sendiri menginginkan kebaikan tersebut?

D

09/07/16

Dokter menjadi salah satu profesi yang didambakan semua orang. Betapa di masa kecil dulu, banyak kawan yang bercita untuk menjadi dokter di masa dewasa. Pun, masih banyak juga para orang tua berharap memiliki anak maupun menantu seorang dokter, dengan harapan kesejahteraan hidup di masa mendatang.

Alhamdulillah, di masa ini saya diberi kesempatan untuk menjadi salah satu yang berproses mendapatkan gelar tersebut. Jujur, ada dua alternatif impian saat dulu memutuskan untuk mengambil jurusan dengan passing grade tertinggi ini.

Pertama, saya ingin menjadi orang kaya. Bukan hanya kaya biasa, tapi kaya di atas orang kaya rata-rata. Saya bermimpi ingin menjadi seperti dokter tundjung, menginfakkan sebagian besar harta untuk Islam, dan menyambung estafet perjuangan.

Kedua, saya bermimpi untuk mewujudkan bimaristan kedua. Sebuah lembaga pengobatan gratis, bahkan memberikan emas kepada pasien atas sakit yang membuat mereka tidak bisa bekerja. Meski seiring berjalannya waktu, saya tersadar bahwa terkadang gratis bukan menjadi sebuah kebaikan.

Dan, semakin menyelami dunia profesi ini, saya justru tersadar bahwa dunia ini tak sesederhana yang saya bayangkan sebelumnya. Ada begitu banyak bumbu sedap yang tertambahkan, dari isu moratorium kedokteran, isu tentang kebijakan jaminan kesehatan, isu tentang nasib dokter dan layanan primer masa depan, hingga nasib dokter dengan stigma masyarakat dan benturan-benturannya dengan profesi lain di dunia kesehatan.

Di balik berbagai stigma negatif yang ada, kadang rasa prihatin itu menyusup. Bagaimana seorang dokter dianggap mengejar harta dan dunia, padahal sebenarnya dokter juga tetaplah manusia. Bagaimana keawaman masyarakat, tekanan yang diberikan, berbagai regulasi dan aturan yang ditetapkan, membuat posisi profesi ini menjadi dua sisi mata uang. Bisa mengangkat harkat dan martabat di akhirat dan dunia, atau justru menghinakan dan membuat manusia menjadi budak dunia.

Ah, begitu pelik.
Tapi saya yakin, bahwa niatan mulia itu masih dimiliki sebagian besar dari kami. Semoga di sisa perjalanan yang masih jauh ini, niatan kita tetap dikokohkan tetap untuknya, dan setiap ujian yang ditetapkan mampu menjadi pelajaran dan pendewasaan kelak nantinya.

Klaten, 9 Juli 2016
Sebuah coretan tanpa inti utama :“

C

08/07/16

Cerita, menjadi salah satu sarana efektif untuk menyampaikan sebuah pesan dan nilai kebaikan. Di Al Quran pun, Allah banyak menceritakan kisah umat umat terdahulu, agar Nabi Muhammad terhibur hatinya, agar umat ini mau mengambil pelajaran daripadanya.

Pun dalam banyak hadist, ada begitu banyak kisah-kisah yang diceritakan oleh Rasulullah. Dari kisah tentang ashabul Ukhdud, hingga kisah seorang pembunuh dengan 99 korban serta abid dan alimnya.
Pun dari para sahabat, berbagai kisah heroik juga tercatat dalam sejarah. Kisah tentang syahid yang berjalan di muka bumi, kisah keistriable-an Ummu Sulaimah binti Milhan, dan romantisme Salman dan Abu Darda.

Maka, barangkali kita perlu belajar untuk bercerita. Agar nilai kebajikan tersebut menjadi mudah untuk dicerna.

Akan tetapi, seperti yang telah kita pahami, bahwa sesuatu yang berlebih tak kan baik bagi diri. Pun dalam bercerita. Adalah sebuah kebaikan untuk berbagi kebaikan dan cerita menawan, tapi Rasul mewantikan agar tetap memilah dan memilih apa yang akan kita ucapkan.

Karena Beliau bersabda, cukuplah seseorang dikatakan dusta, manakala ia bercerita semua yang didengarnya. Karena menahan akan jauh lebih utama. Seperti berita bom madinah kemarin, betapa banyak fitnah dan buruk sangka tercipta, bersebab gegabahnya kita dalam membagikan berita.
Istighfar, barangkali lebih harus sering kita ucapkan.

Maka, tahanlah cerita menikahmu hingga tiba masanya, sebagaimana kamu dulu menahan diri untuk mengungkapkan cinta.

Yang terakhir beda cerita 😂

B

07/07/16

Bersyukur atas nikmat yang diberikan, menjadi sebuah perkara yang amat mudah dilantun oleh lisan. Tetapi untuk mewujudkan dalam perbuatan, barangkali melakukannya tak semudah membalikkan telapak tangan. Manusia barangkali terlalu bebal, acapkali enggan untuk bersyukur, meski hanya dengan lisan, meski mereka tahu bahwa akan ditambah nikmat yang disyukurkan.

Maka ketika lebaran tiba, betapa banyak nikmat yang terlupakan untuk disyukuri. Dari nikmat merasakan sholat, nikmat bertemu dengan karib kerabat, hingga nikmat menyantap berbagai hidangan lezat.

Karena setiap nikmat memiliki hak untuk disyukuri. Dari nikmat jamuan, untuk didoakan dan dimakan dengan adab dan kesopanan. Dari nikmat bertemu saudara, untuk saling berbagi maaf dan melantun doa keberkahan. Dari nikmat diberi kendaraan, untuk digunakan menuju majelis ilmu dan berbagi kebaikan.

Pun juga pada nikmat yang lain. Nikmat cerdas dan pandai, untuk tetap rendah hati dalam berbagi ilmu yang dipunyai. Nikmat kaya dan harta, untuk tetap tak pelit berbagi. Nikmat akan kegantengan fisik, untuk tak merasa jumawa dan tetap mengikhlaskan segala perbuatan untuk Sang Pembolak-balik hati.

Maka ketika lebaran ini diberi kecukupan THR, bahkan lebih dari yang dibayangkan sebelumnya, kesyukuran itu akan lebih berhak dan lebih utama. Bersyukurlah, dengan menyisihkan sebagian untuk mereka yang belum diberi kesempatan mendapat seperti yang kau dapatkan. Bersyukurlah, dengan menyisihkan sebagian untuk tabungan impian mulia masa depan. Atau bersyukurlah, dengan membeli barang baru, celana, baju, atau sepatu, dan menggunakannya untuk berjalan ke jalan kebaikan dan majelis ilmu.

Karena ada begitu banyak jalan untuk bersyukur. Maka, masihkah kita mau menjadi hamba yang kufur?

A

Adalah malam ini, menjadi malam pertama yang dilalui sebakda Ramadhan. Di hari pertama bulan Syawal ini, ada begitu banyak pelajaran yang didapatkan.

Salah satunya adalah kebersamaan. Kita rasakan bagaimana menyentuhnya saat melihat ribuan umat muslim berkumpul bersama di satu tempat, mengumandangkan takbir secara serempak, melantunkan pujian bagi Rabb Yang Maha Kaya.

Andaikan kebersamaan seperti ini bisa dijumpai di lain hari. Tak lagi terbayang betapa majunya peradaban Islami di negeri ini.

Meski begitu, masih ada pe er menanti di bulan ini, ‘bagaimana menjaga masjid itu tetap terisi’

Bersaudara Karena Al Quran

29/01/16

Al Quran itu berat, bahkan sebuah gunung bisa luluh lantak saat diturunkan Al Quran atasnya. Al Quran itu berat, sampai Allah menyebutnya dengan kata Qoulan tsaqiila. Tapi Al Quran itu hebat, dia bisa menyatukan dua, tiga, ah bahkan lebih dari itu, ribuan, ratusan, ratusan ribu, hingga tak mampu lagi terhitung, bahkan sebelum raga-raga mereka saling bertemu. Bahkan, sebelum mata-mata mereka saling bertatap. Bahkan, sebelum mulut-mulut mereka saling berucap. Dengan Al Quran, hati mereka telah saling berpelukan dan mengucapkan kata sakti itu, uhibbukum fillah.

Orang-orang bilang, masa SMA adalah masa yang paling berkesan dalam kehidupan. Masa dimana kebersamaan itu masih disertai dengan kepolosan. Masa ketika semua tak selalu dihadapi dengan serius, hanya butuh senyum yang tulus. Saya juga merasakan, bagaimana masa-masa SMA itu masa yang paling berkesan dalam kehidupan saya. Bertemu dengan kawan-kawan terbaik, para keluarga Allah yang memancarkan aroma surga. Saya selalu merindu mereka, dalam kesendirian, dalam doa, dalam suka dan duka yang menghampiri saya.

Tapi tak ada satupun yang abadi di dunia, kecuali ketidakabadian itu sendiri, dan juga Allah tentunya. Masa SMA saya yang sebenarnya lebih lama setahun pun, terasa begitu  cepat terlewati. Perpisahan itu menanti. Bahkan, kesedihannya mulai terasa sejak tahun terakhir kami berSMA bermula. Tapi seperti yang saudaraku katakan, perpisahan yang kita lakukan hanyalah sementara. Kita berpisah untuk kembali berjumpa, kami saling berbelok untuk kembali bersua, kami meniti jalan yang lain untuk kembali bertemu, melepas kasih dan rindu dalam keadaan yang lebih baik daripada dulu.

Wisuda itupun menjadi puncak gejolak emosi kami. Antara bahagia bisa menamatkan studi di mahad hidup mulia dan kesedihan karena harus berpisah, dengan saudara, dengan kawan, dengan asatizah, dan dengan dua menara yang selalu kokoh berdiri samping kami. Tangisan itu pecah. Tak peduli kami sudah dewasa, tak peduli kami kami bukanlah kaum hawa, tak peduli dengan keadaan di sekeliling yang tercipta. Kami begitu merindu, kawan-kawan yang bersaudara karena Al Quran. Saling berbisik uhibbukum fillah, saling memohon keridhoan, lagi melantun doa keberkahan.

Dan masa depan itu mulai kami tapaki. Ada yang berkelana merantau dan berbagi di pelosok-pelosok negeri. Ada yang melanjutkan studi di negeri para nabi. Ada yang masih di mahad, mengabdikan raga dan pikiran untuk membimbing adik-adik di sana. Dan ada pula yang memilih untuk bercicip ilmu di dunia luar, berbaur bersama orang lain, berusaha mengejawantahkan ilmu yang telah diberi, dan berusaha untuk mewarnai lingkungan, dengan warna dan nilai Al Quran. Dan saya, memilih untuk mengambil peran di bagian terakhir bersama belasan kawan lainnya.

Awal masa berdiri di dunia baru ini, saya masih merasakan latah kehidupan. Di mana dahulu yang sering saya dengar adalah lantunan Al Quran, berubah menjadi lantunan lagu yang membuaikan dan melenakan. Dahulu orang-orang di sekitar saya adalah orang-orang yang saya cintai karenaNya, dan sekarang berubah menjadi manusia-manusia heterogen yang banyak berseberangan pikiran dengan saya. Dan dahulu, saya hanya bertemu mahluk-mahluk yang bertipe sama, kini harus berjumpa dengan mahluk halus, dengan mahluk dunia lain, mahluk dunia merah muda dan bunga, yang terkadang menimbulkan banyak gejolak di pikiran dan hati saya.

Setiap hari, saya selalu merenung, diridhoikah jalan yang saya tempuh. Selalu terbesit dalam benak saya, apakah jalan yang saya pilih adalah pilihan terbaik. Tak jarang, acapkali mata saya meneteskan air mata. Ketika saya merasa tak berkutik di tengah hingar bingar kemaksiatan. Ketika saya hanya bisa terdiam melihat banyak hal yang tak sesuai dengan prinsip dan ideologi yang saya dapatkan. Ketika semua berjalan begitu janggal bagi hati saya, dan saya tak mampu melakukan apapun untuk mengubahnya.

Di titik lemah tersebutlah, peran dari saudara-saudara sangat saya butuhkan. Nasehat-nasehat tulus dari mereka. Untaian kata motivasi, rumpaian sajak sajak ulama, kembali menyadarkan saya untuk terus bersabar berjingkat dalam melalui duri-duri. Sebenarnya sudah sering mendengar nasehat dan untaian kata tulus yang mereka sampaikan, bahkan mungkin beberapa dari sayalah kalimat-kalimat tersebut bermula. Tapi saat saat seperti itu, saya merasa bahwa baru pertama kali saya mendengarnya. Ah, mungkin seperti itulah yang dirasakan Umar bin Khotob tatkala mendengar Abu Bakar melantunkan ayat itu, wa maa muhammadun illa rasuul…

Dan seiring waktu, saya kembali menemukan sosok yang saya rindui. Meski berbeda latar belakang, meski terkadang ada banyak visi dan misi kami yang bersebrangan, tapi saya bisa merasakan kehangatan saat berada di antara mereka. Nafas-nafas keIslaman itu bertiup dengan riuh. Semangat mereka yang membara menyulut semangat saya berkobar kembali. Ruh-ruh perjuangan mereka, mengilhami saya untuk kembali berdiri dan berlari. Ahlul Quran UNS, dari sanalah cinta saya bermula.

Berawal dari program untuk Grand Opening Asistensi Agama Islam, dimana kami para Huffazh dikumpulkan, saya bertemu dengan saudara baru saya. Ah mungkin bukan saudara baru, tapi saudara lama yang lama baru kali itu bisa bersua. Dari situlah ruh-ruh kami saling berakrab ria, berceloteh tentang Al Quran dalam hati, bercengkrama tentang kebahagiaan menjadi keluarga Allah meski tak melalui lisan maupun tulisan.

Sebakda acara itulah ikatan persaudaran kami semakin erat. Mungkin di dalam tulisan ini saya subjektif, tapi saya rasa saudara-saudara saya merasakan seperti yang saya rasakan. Selepasnya pun saya sering berceloteh, bercurhat ria, tentang persoalan hidup, pandangan hidup, maupun pasangan hidup. Eh. Dan mungkin berawal dari taman surga yang tersempil di dunia itu, saya dipertemukan dengan ikhwah-ikhwah lain yang mungkin belumlah bertitel huffazh, tapi keikhlasan dan semangat mereka mengalahkan kami, ah mungkin lebih tepatnya saya, dalam segala amal kehidupan.

Di sinilah saya kembali teringat dengan doa yang dahulu sering kami lantunkan dalam pertemuan dan perjamuan yang pernah kami lakukan. Doa rabithah, yang mungkin bagi sebaikan ikhwah dinisbatkan pada salah satu harakah. Ah, tapi saya cinta doa itu, dan saudara yang melantunkannya, bahkan mungkin saudara lain yang tak merapalkannya, karena saya merasa ikatan persaudaraan kita ada karena Iman, bukan harakah, bukan golongan, bukan kesukuan.

Fawatsiqillahumma rabithotaha wa adim wuddaha…

---

Semakin lama, saya semakin tak kuasa menuliskan kata-kata. Ada begitu banyak kesan kebaikan yang telah tercipta. Tentang semangat mereka dalam membumikan Al Quran. Tentang semangat mereka menularkan nilai kebaikan. Sekali lagi saya bercermin pada mereka, dan tak saya dapati dalam diri saya kecuali kekurangan dan kekurangan yang terasa bertambah adanya.

Mungkin di kesempatan ini saya ingin kembali mengulang sabda RasulNya yang masyhur itu, yang mungkin sejak kecil telah kita dengar dari para guru maupun ayah dan bunda. Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian, sampai dia mencintai saudaranya, sebagaimana dia mencintai dirinya. Saya selalu berharap bisa terus  membersamai mereka merengkuh ridhoNya, dan bisa terus berbagi kisah kebaikann dan kemuliaan mereka.

Sebagaimana mencintai dirinya, ah betapa masih jauh saya darinya.

Surakarta, 15 Dzulhijjah 1436H
Huda S Drajad
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS