Udah
nggak sabar. Mungkin kita sering banget merasakannya. Lupakan perasaan kalian
dulu, mari kita belajar bersama. Udah pernah baca satu anekdot tentang sabar?
Kalau belum, simak dulu.
Suatu
ketika, seorang pemuda sebut saja Fiki, berkata ke sahabatnya, Fiko.
“Fik, katanya sabar itu indah. Gue udah lama
menunggu. Sabar. Tapi kok gak kerasa juga ya indahnya?”
“Kata siapa, sabar itu indah kok.”
“Masak? Terus kapan gue bisa merasakan
keindahannya?”
“Ya, sabar aja”
Ini
mungkin anekdot rada aneh, tapi sesungguhnya mencerminkan keadaan kita
sehari-hari. Mencerminkan keadaaan seseorang yang berusaha bersabar, tapi masih
merasa hidupnya selalu berada dalam kesusahan. Ia mungkin, belum menyadari
indahnya kesabaran dalam hidupnya.
Yang
pengen gue bahas sekarang adalah pembiasan makna sabar yang sering terjadi di
antara kita. Sabar itu seolah-olah artinya cuma menunggu. Itu perkataan ulama’
siapa juga gak tahu. Pokoknya sabar itu menunggu. Sampai muncul quote, sabar
itu ada batasnya, ketika seseorang terlalu lama menunggu.
Salim
A Fillah, menggambarkan dalam satu bukunya, Jalan Cinta Para Pejuang, tentang
pembiasan makna ini. Karena gue gak hafal ceritanya ngeplek, gue pas-pasin aja
ya.
Alkisah
seorang pemuda, sebut saja dia Fahry Muhammad Ihsan, ingin melamar seorang
akhwat, sebut dia Aisyah. Fahry datang ke rumahnya Aisyah. Nembung ke bapaknya (langsung
to the point aja kakak)..
“Pak,
Kedatangan saya di sini pertama ingin menjalin silaturrahim. Agar kita semua
diberkahi. Agar Allah memanjangkan umur kita. Kedua, tujuan saya ke sini adalah
hendak mengamalkan salah satu sabda Rasulullah. “Wahai para pemuda, barangsiapa
di antara kalian yang telah mampu, menikahlah” Nah, maksud saya, saya ingin
menikah dengan anak Bapak, Aisyah”
Si
Aisyah udah menunggu di dalam kamar. Dia juga pengen. Yee... Tapi, bukannya bertanya
ke Aisyah, tapi sang bapak langsung langsung menjawab. “Ya, saya sebenarnya
juga ingin, tapi kan Aisyah masih kuliah, alangkah lebih baik jika adik
menunggu dianya lulus dulu”
Kalau gue yang digituin, mungkin gue langsung
ngeluarin hadis Rasulullah yang berbunyi,
“Apabila seseorang yang kalian ridhai agama dan
akhlaknya datang kepada kalian untuk meminang wanita kalian, maka hendaknya
kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak
melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.”
Jleb. Jeder. Klontang-Klontang.
Tapi
Fahry bukan gue. Dia lelaki sopan dan baik hati. Dan pula, bapak tadi gak nolak, cuma menyuruhnya menunggu. Fahry
pamit pulang meskipun hatinya remuk. Trek trek dung ces.
Hari
demi hari berlalu. Dia lama berfikir. Dia harus menunggu orang yang di-istikhoroh-inya
lulus. Itu masih 2 tahun lagi kakak. 2 tahun memang bukan waktu yang lama
seandainya dijalani, tapi kali ini keadaanya berbeda. Dia sudah nggak kuat
kalau harus menahan hawa nafsunya terlalu lama. Status hafidz dan mahasiswa
berprestasi yang disandangnya, ditambah wajahnya yang ganteng membuatnya
digemari mahasiswi di kampusnya. Bahkan, beberapa akhwat pun juga menaruh hati
padanya. Gak percaya kegantengannya, coba buka sendiri akun fbnya di sini.
Oke,
lanjut. Setelah berfikir panjang, akhirnya Fahry pun memutuskan untuk menikah
dengan akhwat lain. Baginya sabar bukan hanya menunggu orang yang diharapkannya
lulus. Sabar, juga berarti merelakan apa yang disukainya, untuk menghindari
madhorot dan dosa. Ia ingin segera menikah, bukan karena ia tak mampu menunggu,
tapi karena ia tak yakin masih mampu bertahan di fitnah dewasa ini.
***
Dari
cerita itu, dulu gue tersadar dari pembiasan ini. Mungkin kita lupa, pada
perkataan Ibnul Qoyyim “Sabar adalah menahan jiwa dari keluh kesah dan marah,
menahan lisan dari mengeluh serta menahan anggota badan dari berbuat
tasywisy (tidak lurus). Sabar ada tiga macam, yaitu sabar dalam berbuat
ketaatan kepada Allah, sabar dari maksiat, dan sabar dari cobaan Allah. ”.
Bahkan,
beliau juga gak menyebutkan kalau sabar berarti menunggu bukan? Jadi, gue
berharap setelah ini, kita gak terkekang dengan persepsi bahwa sabar adalah
menunggu. Lain kali, kita bahas masalah sabar ini lebih jauh. Gue tutup dengan
sabda Rasul
“Ash Shobru dhiya’, sabar adalah pelita” Ma Syaa Allah