“Mimpi, adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia. Berlarilah tanpa
lelah sampai engkau meraihnya...”
Laskar Pelangi, salah satu novel yang dulu pernah booming di
pondokku. Novel ini direkomendasikan oleh beberapa ustadz, katanya memotivasi.
Aku sendiri juga sempat beli satu di Sriwedari, dengan kualitas bajakan
esek-esek, kan cinta produk lokal :D. Filmnya pun kami tonton bareng-bareng di
pelataran yang biasany
a dipakai buat futsal. Dan saat itu, nggak sedikit yang
nangis lihat perjuanggannya si Lintang.
Semua orang pasti punya mimpi. Cowokkah, cewekkah, atau bahkan cowok
setengah cewek. Aku juga percaya kalian juga punya mimpi. Ada yang pengen jadi
dokter, perawat, suster ngesot, pilot, pramugari, pramusaji, psikiater,
psikolog, psikopat, pokoknya banyak lah.
Semua mimpi-mimpi biasanya kita
abadikan menjadi tujuan yang kita kejar dengan kesungguhan. Setiap tahun
berganti, ada banyak target baru yang dicanangkan. Biasanya di akun @warung_blogger
ada post-post yang isinya tentang target dan resolusi mereka ke depannya. Ada
yang keren-keren tapi nggak sedikit juga yang GJ, kayak kamu, iya kayak kamu.
#Plak
|
Aku pas setoran, make jubah, jaket, ama sorban XD |
Di tahun ini, aku juga punya
mimpi yang ingin kudapatkan. Pertama, pas ujian tahfidz bisa setoran 30 juz.
Kedua, lulus UN dengan nilai tertinggi se-Indonesia (tinggi bohai targetnya). Ketiga,
diterima jadi mahasiswa FK UNS/UGM dengan beasiswa full. Dan terakhir, sukses
dalam bisnis yang akan kumulai kelak pas kuliah nanti. Insya Allah.
Mencanangkan 4 target di atas,
awalnya aku juga nggak yakin. Emang apa bisa. Aku sendiri ketawa kok bacanya,
apalagi kalian. Bwahahaha. Tapi alhamdulillah, dengan ijinNya 1 mimpi udah
tercapai di tanggal muda bulan pertama, bisa setoran 30 juz. Beberapa kalian
mungkin nggak percaya, tapi beneran, aku jujur. Aku nggak pengen riya’. Aku cuma
pengen berbagi rasa, bahwa setiap mimpi pasti bisa diwujudkan. Bahwa apa yang
dianggap dongeng oleh manusia bisa menjadi kenyataan di tangan mereka yang
percaya janjiNya (quote favorit).
***
Waktu SMP, aku bertanya-tanya. Mana mungkin sih orang setoran 30 juz
sekali duduk. Apa mulutnya nggak berbusa melantun tulisan setebal 600 halaman
gitu. Apa dan apa, dan aku masih bertanya-tanya.
Dan ketika akhirnya aku diterima jadi salah satu santri di ma’had hidup
mulia ini, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. 3 tahun yang lalu, musyrif
kamarku, mas Musa Al Azzam mampu menyetorkan hafalan 30 juz dalam 2 hari. Amazing
masya Allah. Dan aku yang saat itu masih kecil, polos, dan unyu
pun termotivasi, pokoknya aku pas ujian kudu bisa setoran 30 juz juga.
Maka, sejak saat itu, aku selalu
menargetkan, pokoknya aku kudu bisa setoran 30 juz, pokoknya kudu bisa. Dan Alhamdulillah,
musyrif tahfidzku, ustadz Faiz Baraja memberi nasihat yang terus kucoba amalkan
sampai sekarang. Man qoroa khomsah falaa yansaa. Barangsiapa yang
membaca 5 juz dari Al Qur’an, niscaya ia tidak akan pernah lupa.
Sejak saat itu, aku jadi rajin
membaca 5 juz darinya. Dan sekali lagi aku bersyukur, di semester ketiga aku
bersekolah di ma’had hidup mulia, aku mampu merampungkan hafalanku. Tapi
selesai bukan berarti lancar, aku mengakuinya. Maka aku meneruskan tradisiku
membaca 5 juz dari Al Qur’an, berturut hingga akhirnya aku menginjakkan kaki di
kelas 12. Dan alhamdulillah musyrifku setelahnya ustadz Khoiril Azka dan ustadz
Hilmy Zulkarnaen juga setia memberi motivasi dan menyimak hafalanku.
Dua minggu menjelang ujian dilakukan, aku kembali menggalau ria.
Harap-harap cemas, seperti kebanyakan orang bertipe melankolis lainnya. Tapi
alhamdulillah, dengan wasilah karantina yang diadakan di ma’had seminggu
sebelumnya, membuatku kembali yakin bisa memenangkan pertempuran.
Pas karantina, banyak teman-temanku
yang berguguran. Memang, saat itu udara dinginnya nggak nguati. Apalagi adanya
tahun baru, membuat jalan di depan ma’had jadi macet parah (yang ini nggak
nyambung). Hingga akhirnya, beberapa ikhwah pun terpaksa mengatur ulang target
dan planning ujian mereka. Alhamdulillah, aku masih diberi kesempatan
untuk mengikuti karantina hingga purna.
Sehari sebelum ujian, aku mulai
meriang. Badanku panas, batuk-batuk, dan pilek. Aku jadi pesimis lagi. Belum
bisa bayangin kalau seandainya paginya aku nggak bisa setoran. Malam itupun,
aku nyari doping. Dari madu, habatus sauda’, sampai propolis. Pokoknya ikhtiyar
gimana caranya paginya badanku udah fit dan bisa beli bubur setoran
lagi.
Pengujiku adalah ustadz Syarqun.
Aku was was, nanti kalau ustadz Syarqun jodohin aku sama anaknya gimana ya, kan
aku belum siap #plak. Tapi tak apalah, bismillah. Dan paginya, perjuangan
dimulai. Jam 6 ustadz Syarqun baru dateng. Dalam 2 jam pertama, alhamdulillah 6
juz berhasil kusetorkan. Setelahnya, aku makan roti ama doping-an lagi. Dan aku
pun kembali merasa pusing.
Jam 9 kami janjian untuk kembali
memulai setoran. Alhamdulillah, meski kepala terasa berat dan pening, tapi 7
juz berhasil terlewati. Kini 13 juz berhasil kukumpulkan. Sholat Dzuhur, aku
disuruh pergi ke Masjid di sebelah pondok, karena biasanya beliau sholatnya di
sana. Aku pengen protes, ustadz aku sakit, tapi aku kan cemen. Ya udah, dengan
kepala pusing aku mandi terus ke masjid yang beliau maksud.
Ba’da dzuhur, baru bisa
menyelesaikan sampai surat Thoha karena tiba-tiba beliau kedatangan tamu. Yah,
alhamdulillah sih, soalnya saat itu aku juga mulai pening lagi. Aku pun
berjalan gontai ke arah asrama. Panasnyooo... Sholat ashar, aku pun
kembali ke masjid tadi. Selesai merapungkan 2/3 dari Al Qur’an. Setelahnya aku
ingin bilang ke ustadznya aku udah terlalu pusing, pening, dan panas. Udah
nggak kuat kalau dipaksa menyelesaikan hari itu juga. Alhamdulillah sebelum aku
ngomong beliau udah bilang “Antum besok ijab sama jama’ah pengajian saya ya
lagi aja ya setorannya, nanti malam soalnya saya ngisi taklim.” Siap tadz, aku
bersyukur banget sore itu.
Setelahnya aku langsung ngebo.
Badan ini udah nggak fit lagi. Akupun mempewekan diri ke kasur dan berkerukup
ke dalam eSBi. Saat itu aku merasa mengigau, badanku panas dan berkeringat
semua. Duh gusti, seperti inikah ujian kalau kita pengen nikah muda
kebaikan. Dan malam itu, aku tidak bangun dari tempat tidur kecuali ketika
menjelang tengah malam untuk meminum obat dan menngganjal perut. Sholat pun
terpaksa di atas ranjang. Tapi alhamdulillah, paginya aku bangun udah jauh
baikan.
Pagi hari aku kembali bergalau
ria. Ini ustadnya dimana? Ternyata usut punya usut beliau lagi ada tamu. Dan
diundur setorannya setelah Ahad pagi. Pagi itu sarapan dengan cilok enam ribu,
soalnya aku takut, kalau makan nasi nanti jadi banyak ria’nya. Lagian aku juga
udah kangen sama jamaah Ahad pagi kok, eh.
Jam setengah sembilan, aku
kembali memulai setoranku. Alhamdulillah, meski beberapa kali harus ngambil
tisu karena hidungku meler terus, tapi 30 juzku berhasil terselesaikan tepat
sebelum adzan dzuhur. Laa haula wa laa quwwata illa billah. Hasbunallah wa ni’mal
wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir. Dan di kamar, kulihat teman-temanku
menyunggingkan senyum termanis mereka. Uhibbukum fillah :)
***
Siang itu, aku merasakan
kenikmatan yang tiada terkira. Dan kami semua bergembira, terutama anggota
Pasukan Langit. Total, hari itu ada 3 orang dari kami yang menyelesaikan 30
juz. Dan satu temanku, akh Romy Abdul Malik membuat rekor baru di Isy Karima.
Beliau menyetorkan hafalan 30 juz tanpa satupun kesalahan. Barakalah
barakallah. :))
Betullah pesan ustadz Zarkasyi
sebelum kami melaksanakan ujian, “Setoran 30 juz itu kenikmatan yang tidak ada
duanya dengan dunia. Kalau kalian udah bisa menyetorkan 30 juz, niscaya kalian
merasa sebaik-baik kenikmatan ada di genggaman tangan dan memenuhi hati kecil
kalian. Kalian akan merasa cukup dengan itu.”. Masya Allah, tapi meskipun
begitu aku masih pengen tadz dikasih r25 atau ninja. Ahaha :D
Maaf kalau kurang berkenan,
semoga aku memostingnya bukan karena riya’ atau keduniaan. Semoga postingan ini
bisa memberikan motivasi bagi kita semua, karena nggak ada yang mustahil di
dunia. Mari kita kejar mimpi kita sama-sama. :)
Klaten,
16 Rabiul Awwal 1436H