6 Tahun ini

20/11/18

"Ini Hud, sekolahnya keren. Anaknya pinter-pinter, sholeh-sholeh, hafal Al Quran juga"

Kalimat itu jadi terngiang semasa masih SD. Ketika dalam perjalanan ke rumah mbah di Tawangmangu, dan melewati bangunan dengan 2 menara tersebut selalu diiming-imingi Abi nasehat itu. Jadilah, seorang anak kecil yang namanya lahirnya beda dengan nama semasa SMA itu bermimpi," besok aku harus sekolah disini".

Berjalanlah waktu, semua mimpi yang dulu awalnya pengen seperti anak Klaten zaman itu, jadi gak menarik lagi. Meskipun dalam perjalanannya kemudian kadang penyesalan itu muncul, tapi tetap menjadi santri adalah sebuah hal yang harus ia jalani. Masa awal nyantri ternyata gak sesederhana itu, masih inget ketika kelas satu MTs kemudian ia merasa minder karena teman-temannya sudah pada punya hafalan semua. Sementara ia, aih udah bisa hafal surat Al Humazah dan ayat kursi pas dulu pelajaran agama aja bahagia banget. Ini teman-temannya malah bisa melafalkan al fajr dengan lancar, iya al fajr, slaah satu surat yang dulu di jum amma itu dicetak berhalaman-halaman.

Waktu berlalu, ternyata menghafal Al Quran menjadi sebuah hal yang menyenangkan, meskipun awalnya sempat frustasi karena menghafal Al Fajr aja butuh sampai 2 bulan lamanya, tapi seiring berjalannya waktu semua terasa lebih mudah. Belum lagi kalau diiming-imingi, "eh itu ustadznya keren banget, udah hafal surat AlBaqoroh", jadilah tambah semnagt dan semangat lagi. Syukron juga ustadz Alim yang dulu mau menyimak hafalan bocah kecil imut yang sering dibully gara-gara ngantukan pas belajar malem itu.

Allah kemudian ternyata mempermudah jalannya. Di tahun kedua, ia dipertemukan dengan seorang ustadz yang hafal Al Quran. Di subuh itu, tetiba sang ustadz memanggilnya, "dek, sini coba saya simak bacaannya, udah hafal berapa juz?". Dan kemudian, interaksi pertama yang menyeramkan itu berlanjut ke interaksi berikutnya. Yang awalnya si anak selalu dimarahin dengan lembut, "dek, bacaannya jangan lewat hidung semua dong", lalu malah bisa makan mi ayam bareng, setoran bareng, bahkan dikenalkan dengan konsep juziyah. Pertemuan itulah yang kemudian semakin menambah semangat si anak, berjuz-juz kemudian coba dihafalkan, yang awalnya target dari kpondok cuma 1 juz per tahun, dengan seizinNya, total 6 juz sudah ia selesaikan selama pendidikan 3 tahun itu. Syukron ustadz Wahyudi

Sepurna MTs, mimpi masa kecilnya muncul lagi. Harus bisa jadi penghafal Quran, pokoknya harus. Mimpi buat masuk pondok di pinggir jalan Solo-Tawangmangu itu terus bertumbuh. Tapi kadang juga merasa minder, kalau nanti gak diterima gimana ya. Kalau nanti gak kuat gimana ya, dan segala waswas lainnya. Tapi ternyata di perjalanan Allah juga yang memudahkan. Berbekal "udah pernah" hafal dan modal pinter gombalin ustadz yang ternyata udah jadi bakat sejak kecil, anak imut itu akhirnya diterima di sekolah impiannya, Isy Karima.

Tapi ternyata, kehidupan hafal-menghafal ndak semudah itu juga. Lagi-lagi minder itu menghampiri ketika tahu banyak kemudian di antara kawan-kawannya yang sudah memiliki modal hafalan belasan juz. Ah gak boleh kalah pokoknya, jadilah halaqoh yang dimpimpin oleh ustadz Faiz Baraja itu menjadi ajang perlombaan yang menyejukkan. Ketika semua berlomba-lomba menyetorkan hafalan, berlomba untuk terus istiqomah setoran seperempat juz per hari dan cepet-cepet juziyah, meskipun berbulan-bulan kemudian satu per satu mulai berjalan pelan-pelan. Tapi semuanya terus istiqomah, dan anak kecil itu masih aja penasaran, kok bisa ya mereka bisa secepet itu.

Waktu demi waktu berlalu, hingga tahu tentang hal-hal baru di pondok semacam menjadi pengajar TPA. "Katanya kalau mau jadi pengajar harus udah selesai 20 juz dulu, kalau enggak pilihan dari ustadz cuma dua, tetep taklim, tapi tak lempar". Obrolan itu pun menjadi sebuah pelecut tersendiri, "pokoknya aku harus cepet selesai, biar nanti cepet bisa ngajar TPA", dan Allahlah yang kemudian memudahkan segalanya.

Terlihat sederhana dan cepat memang, tapi ternyata kalau dikenang perjalanan anak itu tak semudah pas udah jadi nostalgia juga. Ada kalanya waktu pertama kali ditolak hafalan atau juziyah pengen nangis, ada masa dimana merasa kok gak hafal-hafal sih, dan juga ada saat di mana kadang ingin sejenak aja berhenti beristirahat, karena semua bebannya begitu terasa membuat penat. Tapi Allah memanglah yang memudahkan, segala kesusahan itu pun akhirnya terlewati dan menjadi sebuah hal yang menjadi sesuatu yang indah dikenang di masa kini. Tersebutlah pagi itu, di hari selasa 20.11.2012, sang anak menuntaskan setorannya. Dan bulir-bulir air matapun menetes membasahi pipinya.

jazakallah khoir ustadz Faiz Baraja, ustadz Khoril Azka, dan semua asatidzah lainnya.

===
Tanggal 20 November selalu menjadi hal yang menarik dan memorable bagi saya. Bukan tentang milad hafalan ataupun terminologi lainnya, tapi hari ini menjadi sebuah titik dimana titipan yang agung itu Allah berkenan untuk berikan. Dan setelahnya, saya mencatat betapa banyak kemudian kemudahan-kemudahan yang Allah berikan. Baik secara administratif, maupun secara psikologis dan kondisi ruh sendiri. Masih inget kemudian setiap taklim, ketika teman-teman yang lain harus sembunyi-sembunyi, saya bisa dengan leluasa lewat jalur depan, kemudian Allah juga berkenan bisa ikut beberapa dauroh yang dikhususkan buat yang sudah khatam duluan, dan segala kemanfaatan lainnya.

Masa-masa setelah khatam juga menjadi masa yang indah, perjuangan buat menyelesaikan ujian tahfizh, lalu kemudian Allah perkenankan bisa setoran 30 juz dalam dua hari meskipun saat itu kondisi udah demam dan somnolen, momen dimana kemudian diberi kemudahan buat ikut les di luar, hingga sempet terjatuh semasa gagal seleksi SNMPTN lewat prestasi hafal Al Quran. Tapi kemudian Allah pertemukan dengan kebaikan lainnya, bertemu dengan kawan-kawan keluarga huffazh yang luar biasa, bisa bertemu dengan kawan-kawan di Ilmu Quran yang tak kalah istimewa, hingga segala keajaiban lainnya.

Sempat juga dulu ngedown, semasa ikut di himpunan dan merasa gaulnya kebablasan. Lalu kemudian ada seorang mbak yang menguatkan dan bilang, "gapapa kok Hud jadi hafizh yang membumi, kalau gak gitu mungkin orang-orang kayak kita jadi merasa enggan dan malas buat bertanya ke orang-orang kayak kalian. Makasih udah jadi orang yang beda, yang mau mendekatkan Al QUran ke kita ya". Dan saat itu cuma bisa mbrebes aja :")

Dan di 6 tahun ini sebenarnya kadang-kadang rasa takut itu menghampiri. Apalagi tiap balik ke pondok selalu aja merasa, duh kok udah gak layak lagi ya dianggap santri. Apa ustad-ustadz gak malu punya lulusan kayak gini :" Tapi bagaimanapun semua mungkin berproses, dan kata uncle ben with great power comes great responsibility. Selalu ada tanggung jawab besar di balik titipan dan anugerah yang besar. Maka saya mohon bantuan dari kalian, semoga kemudian kita diberi kekuatan untuk terus dikuatkan dan diberi keistiqomahan membawa amanah ini. Yuk merawat amanah ini bersama :"

Dan pada akhirnya, kita harus menginsafi bahwa jadi penghafal Al Quran bukan hal yang mustahil kok. Dan dalam diri kita selayakannya bemimpi untuk mewujudkan cita-cita Qurani. Kalau kata ustadz Syihab dulu.
"Jangan pernah berhenti mewujudkan cita-cita Qurani. Kalian harus mengajak semua orang untuk jadi penghafal Al Quran. Kalau gak bisa, ya harus bercita-cita punya pasangan penghafal Al Quran. Kalau masih gak bisa, ya harus bermimpi bahwa dari keturunan kalian akan ada anak-anak yang menjadi penghafal Al Quran"

Huda S Drajad
G0015110

psst : tulisan ini semoga bukan bermaksud untuk kesombongan, tapi memang di setiap tanggal 20 November saya selalu mengupayakan untuk menulis tentang hafalan saya, sebagai pengingat bahwa ada amanah berat yang sering terlupa.
Oiya, Isy Karima juga udah buka pendaftaran :)
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS