Guru menjadi sosok yang disorot akhir-akhir ini. Terkisahkan seorang
guru yang dituntut oleh wali murid yang diajarnya, bersebab ‘kekerasan’
yang dia lakukan. Mungkin akhirnya kasus keduanya terselesaikan dengan
kekeluargaan, tetapi saya rasa kekesalan netizen dan meme-meme yang ada
tidak akan mudah hilang dengan kekeluargaan saja.
Dan akhirnya, muncul berbagai sindiran. Dari kisah tentang perbedaan
zaman dahulu dan kini, dimana dahulu seorang anak akan ditambah hukuman
saat melapor dia dihukum gurunya, sedangkan di masa kini orang tua
justru malah melaporkan gurunya ke polisi.
Ada juga yang mengancam agar para orang tua mendirikan sekolah
sendiri, membuat ujian sendiri, dan mengeluarkan ijazah sendiri jika
ingin anaknya tidak dihukum. Semakin peliklah masalah ini. Bahkan,
ketika ada sekolah yang membuat MoU tentang masalah ini pun, timbul lagi
permasalahan dari menteri yang tidak menyetujuinya. Betapa serba salah
menjadi seorang guru.
Saya jadi teringat tentang kisah adik kelas saya, bagaimana kekerasan
menjadi bagian dari hidupnya. Adalah ayahnya seorang ustadz yang
terkenal keras dalam mendidik murid-muridnya, termasuk anaknya yaitu
adik kelas saya ini. Terkisah, dia sering dirotan ayahnya saat tidak
serius dalam belajar.
Saya yakin, pasti di awal adik kelas saya ini merasa kesal. Di saat
teman-temannya bisa bebas bermain dan menjalani hidupnya, dia harus
'terkekang’ belajar agama. Mungkin, itu dulu. Tapi saya lebih yakin,
sekarang dia bersyukur dengan rotan itu, karena telah mengantarkannya
mendapatkan sanad AlQuran, umroh sebagai tamu kehormatan, dan mengisi
berbagai seminar keIslaman.
Barangkali bukan kekerasannya yang dihilangkan. Tetapi bagaimana
mengarahkan 'kekerasan’ itu untuk kebaikan, dan dengan penuh ketulusan.
Di sudut lain, cerita tentang guru juga menjadi sisi menarik dari
kisah pernikahan ustadz Salim yang beliau sampaikan dia akun media
sosial beliau. Bagaimana dengan status guru yang disandang orang tua
beliau, membuat sang mertua menjadi yakin untuk menerima pinangannya.
Pun mertua beliau juga meyakini, bahwa guru adalah sebuah profesi
yang mulia, yang beliau impikan di masa muda. Dan tertulislah sejarah
indah itu, menjadi mantu karena pekerjaan guru.
Adalah Rasulullah sendiri yang menyabdakan, bahwa mereka yang terbaik
bukan hanya mereka yang mau belajar, tapi juga yang mau mengajarkan.
Menjadi guru, menjadi ulama. Dan Rasul juga menyabdakan, bahwa ulama
telah menjadi pewaris dari para Anbiya, yang mewariskan ilmu, bukan
harta.
Maka, berbahagialah para guru, dengan keikhlasan mereka membagi ilmu.
Maka terberkahkanlah hidup para ulama, bersebab kesabaran mereka
mendidik para siswa dan membangun generasi berikutnya.
Semoga niat-niat mereka selalu hanya untukNya. Karena guru akan tetap menjadi profesi mulia, dulu, kini, esok, dan selamanya.
Psst: Saya masih saja bermimpi, bisa bersanding dengan seorang guru.
Entah guru 'mapel umum’, guru agama, atau guru 'mahasiswa’. Mimpi boleh
kan? 😅 -yg ini gapenting .-.
Klaten, 120716
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran Anda Untuk Perbaikan Diri dan Koreksi. Terima Kasih :)