D

09/07/16

Dokter menjadi salah satu profesi yang didambakan semua orang. Betapa di masa kecil dulu, banyak kawan yang bercita untuk menjadi dokter di masa dewasa. Pun, masih banyak juga para orang tua berharap memiliki anak maupun menantu seorang dokter, dengan harapan kesejahteraan hidup di masa mendatang.

Alhamdulillah, di masa ini saya diberi kesempatan untuk menjadi salah satu yang berproses mendapatkan gelar tersebut. Jujur, ada dua alternatif impian saat dulu memutuskan untuk mengambil jurusan dengan passing grade tertinggi ini.

Pertama, saya ingin menjadi orang kaya. Bukan hanya kaya biasa, tapi kaya di atas orang kaya rata-rata. Saya bermimpi ingin menjadi seperti dokter tundjung, menginfakkan sebagian besar harta untuk Islam, dan menyambung estafet perjuangan.

Kedua, saya bermimpi untuk mewujudkan bimaristan kedua. Sebuah lembaga pengobatan gratis, bahkan memberikan emas kepada pasien atas sakit yang membuat mereka tidak bisa bekerja. Meski seiring berjalannya waktu, saya tersadar bahwa terkadang gratis bukan menjadi sebuah kebaikan.

Dan, semakin menyelami dunia profesi ini, saya justru tersadar bahwa dunia ini tak sesederhana yang saya bayangkan sebelumnya. Ada begitu banyak bumbu sedap yang tertambahkan, dari isu moratorium kedokteran, isu tentang kebijakan jaminan kesehatan, isu tentang nasib dokter dan layanan primer masa depan, hingga nasib dokter dengan stigma masyarakat dan benturan-benturannya dengan profesi lain di dunia kesehatan.

Di balik berbagai stigma negatif yang ada, kadang rasa prihatin itu menyusup. Bagaimana seorang dokter dianggap mengejar harta dan dunia, padahal sebenarnya dokter juga tetaplah manusia. Bagaimana keawaman masyarakat, tekanan yang diberikan, berbagai regulasi dan aturan yang ditetapkan, membuat posisi profesi ini menjadi dua sisi mata uang. Bisa mengangkat harkat dan martabat di akhirat dan dunia, atau justru menghinakan dan membuat manusia menjadi budak dunia.

Ah, begitu pelik.
Tapi saya yakin, bahwa niatan mulia itu masih dimiliki sebagian besar dari kami. Semoga di sisa perjalanan yang masih jauh ini, niatan kita tetap dikokohkan tetap untuknya, dan setiap ujian yang ditetapkan mampu menjadi pelajaran dan pendewasaan kelak nantinya.

Klaten, 9 Juli 2016
Sebuah coretan tanpa inti utama :“

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran Anda Untuk Perbaikan Diri dan Koreksi. Terima Kasih :)

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS