Taat meski Berat

13/11/14

Ada beberapa orang yang paling malas jikalau harus berbuat taat. Taat kepada orang tua, taat kepada ayah bunda, atau mungkin taat kepada mereka yang telah mengasuh dan membesarkan kita. Oke, ketiga tadi artinya sama -_-. Maksudku taat dari segala sisi, dari segala bentuk, dan dari siapapun jua.

Teman-temanku merasakan betapa beratnya ujian ketaatan tersebut. Seharusnya pagi ini, mereka berada di Gelora Bung Karno, mengikuti jalannya wisuda akbar ke-5 yang dihadiri oleh Syaikh Misyari Rosyid Al Afasy.

Saat itu, bayangan mereka untuk melihat Syaikh Misyari secara langsung terasa begitu dekat. Tiket kereta api pulang pergi Solo-Jakarta udah dibawa. Tiket masuk GBK juga udah. Bahkan, udah buat kartu pers resmi dari multimedia ma’had, biar bisa melihat sang syaikh lebih dekat. Tapi apa daya, meski sudah mengantongi izin dari madrasah dan kesantrian, ternyata ada salah satu ustadz yang melarang.

Semua usaha udah dilakukan. Melakukan negosiasi ulang, melobi, bahkan mungkin bisa dibilang mendebat ustadz yang bersangkutan. Tetapi beliau tidak bergeming. Dan akhirnya, teman-temanku tersebut batal berangkat ke Jakarta.

Sempat terbesit keinginan untuk tetap berangkat dan kabur, itu yang mereka rasakan. Tapi niat itu buru-buru mereka urungkan. Mereka takut perjalanan mereka justru tidak diberkahi. Ya Rabb, ijzaahum khoiron minhu.

***
Pernahkah kalian mengalami keadaan seperti di atas? Mempunyai sebuah rencana yang matang, mempunyai sebuah planning yang indah tapi nggak jadi dilaksanakan karena nggak dapet izin? Entah dilarang orang tua maupun orang yang berkedudukan di atas kita. Pasti nyesek. Tapi apa yang kalian lakukan, tetap bertahan dalam ke-nyesek-an, atau melanggar larangan?

Pilihan yang begitu berat.

Tapi sungguh, kalau kita telisik cerita-cerita dalam Al Qur’an, ternyata saat-saat seperti ini pernah terjadi. Saat-saat bilamana ketaatan diiringi dengan ujian, tetapi tetap harus dilaksanakan. Saat bilamana ketaatan adalah hal yang harus diutamakan. Allah mengisahkan dalam Al Qur’an, seakan menandakan bahwa perkara seperti ini bakalan sering terjadi dalam kehidupan. Allahu akbar.

Mari kita buka surah Al Baqoroh. Di halaman terakhir juz 2, terpatrilah kisah yang agung itu. Di halaman sebelumnya, Al Qur’an menceriterakan bagaimana kelakuan Bani Isroil sepeninggal Nabi Musa, yang memohonkan sesuatu yang diragukan oleh Nabi mereka. Tapi mereka bersikeras, hingga akhirnya Allah akhirnya memilihkan Tholut untuk memimpin mereka, berjihad menegakkan kalimat-Nya. Tapi kita tahu, pada akhirnya tiadalah menyertainya kecuali sedikit dari mereka.

                Lalu, sampailah mereka di tepi sebuah sungai. Begitu jernih air yang mengalir, mengundang setiap pribadi untuk melihat keelokannya. Begitu jernihnya ia, seolah menggoda setiap hamba untuk berkecipak bermain dalamnya, meminum darinya dan melepaskan dahaga.

                Keadaan yang lelah setelah perjalanan yang jauh, membuat siapapun yang berada di sana saat itu, semakin berhasrat untuk segera meminumnya. Tapi sang komandan menyergah mereka, “Sungguh, Allah ingin menguji kalian dengan sungai ini. Maka, tiadalah termasuk dari pasukanku apabila ia meminum airnya, kecuali hanya sebanyak tangkupan di tangannya.”

                Maka, tiadalah terasa dari kelompok yang sejak awal memang sedikit itu, kecuali segelintir orang saja. Tholut pun meneruskan peperangan bersama kelompok kecil itu. Dan akhirnya, kita bisa simak di Al Qur’an, “ Fa hazamuuhum biidznillah”. Maka binasalah Jalut atas kehendak Rabb semesta. Allahu akbar.

                Setiap kali kisah ini disinggung saat SAPALA, aku jadi tersadarkan dari niat yang menyimpang. Biasanya, serampung makan pagi, kami berusaha mencuri-curi kesempatan mencari kran, dan meneguk sedikit air darinya. Tapi, sebakda ditahdzir dengan ayat ini, kami jadi tersadar. Ketaatan itu paling utama, karena keberkahan akan amal bergantung padanya.

                Kita tentu sering mendengar cerita tentang perang Uhud. Pada perang tersebut, meski pada hakikatnya kaum Muslimin memperoleh kemenangan, tapi pada dzahirnya mereka dikalahkan oleh kaum musyrikin. Adalah Khalid bin Walid yang ketika itu belum berIslam, yang memporak-porandakan kaum Muslimin. Akhirnya, korban pun banyak berjatuhan.

                Dan musababnya adalah adanya pasukan dari kaum Muslimin yang tidak mengindahkan perintah. Mereka regu pemanah meninggalkan bukit yang seharusnya mereka jaga karena ingin mengumpulkan ghanimah sebagaimana sahabat lainnya. Dan dari bukit itulah Khalid bin Walid melancarkan serangan balasan.

                Begitulah. Maka, pantaslah Rasulullah mewanti-wanti kita dengan wasiatnya yang mulia; “Ushikum bitaqwallah wassam’i waththo’at.” Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah, mendengar, dan menaat. Meski pada seorang budak Habsyi, meski ia berkulit hitam nan legam.

Ya Rasulallah, sami’naa wa atho’naa

Karangpandan, 1 Muharram 1436H

Suasana Wisuda Akbar 5

*Pada akhirnya, kami mendapat kabar dari salah satu ikhwah yang bisa merapat ke GBK, bahwa Syaikh Misyari membatalkan kunjungannya. Laa haula wa laa quwwata illa billah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran Anda Untuk Perbaikan Diri dan Koreksi. Terima Kasih :)

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS