Ada beberapa orang yang paling malas jikalau harus
berbuat taat. Taat kepada orang tua, taat kepada ayah bunda,
atau mungkin taat kepada mereka yang telah mengasuh dan membesarkan kita. Oke,
ketiga tadi artinya sama -_-. Maksudku taat dari segala sisi, dari segala
bentuk, dan dari siapapun jua.
Teman-temanku
merasakan betapa beratnya ujian ketaatan tersebut. Seharusnya pagi ini, mereka
berada di Gelora Bung Karno, mengikuti jalannya wisuda akbar ke-5 yang dihadiri
oleh Syaikh Misyari Rosyid Al Afasy.
Saat itu, bayangan
mereka untuk melihat Syaikh Misyari secara langsung terasa begitu dekat. Tiket
kereta api pulang pergi Solo-Jakarta udah dibawa. Tiket masuk GBK juga udah.
Bahkan, udah buat kartu pers resmi dari multimedia ma’had, biar bisa melihat
sang syaikh lebih dekat. Tapi apa daya, meski sudah mengantongi izin dari
madrasah dan kesantrian, ternyata ada salah satu ustadz yang melarang.
Semua usaha udah
dilakukan. Melakukan negosiasi ulang, melobi, bahkan mungkin bisa dibilang
mendebat ustadz yang bersangkutan. Tetapi beliau tidak bergeming. Dan akhirnya,
teman-temanku tersebut batal berangkat ke Jakarta.
Sempat terbesit
keinginan untuk tetap berangkat dan kabur, itu yang mereka rasakan. Tapi niat
itu buru-buru mereka urungkan. Mereka takut perjalanan mereka justru tidak
diberkahi. Ya Rabb, ijzaahum khoiron minhu.
***
Pernahkah kalian
mengalami keadaan seperti di atas? Mempunyai sebuah rencana yang matang,
mempunyai sebuah planning yang indah tapi nggak jadi dilaksanakan karena nggak
dapet izin? Entah dilarang orang tua maupun orang yang berkedudukan di atas
kita. Pasti nyesek. Tapi apa yang kalian lakukan, tetap bertahan dalam
ke-nyesek-an, atau melanggar larangan?
Pilihan yang begitu berat.
Tapi sungguh, kalau
kita telisik cerita-cerita dalam Al Qur’an, ternyata saat-saat seperti ini
pernah terjadi. Saat-saat bilamana ketaatan diiringi dengan ujian, tetapi tetap
harus dilaksanakan. Saat bilamana ketaatan adalah hal yang harus diutamakan.
Allah mengisahkan dalam Al Qur’an, seakan menandakan bahwa perkara seperti ini
bakalan sering terjadi dalam kehidupan. Allahu akbar.
Mari kita buka
surah Al Baqoroh. Di halaman terakhir juz 2, terpatrilah kisah yang agung itu.
Di halaman sebelumnya, Al Qur’an menceriterakan bagaimana kelakuan Bani Isroil
sepeninggal Nabi Musa, yang memohonkan sesuatu yang diragukan oleh Nabi mereka.
Tapi mereka bersikeras, hingga akhirnya Allah akhirnya memilihkan Tholut untuk
memimpin mereka, berjihad menegakkan kalimat-Nya. Tapi kita tahu, pada akhirnya
tiadalah menyertainya kecuali sedikit dari mereka.
Lalu, sampailah mereka di tepi sebuah sungai. Begitu
jernih air yang mengalir, mengundang setiap pribadi untuk melihat keelokannya.
Begitu jernihnya ia, seolah menggoda setiap hamba untuk berkecipak bermain
dalamnya, meminum darinya dan melepaskan dahaga.
Keadaan yang lelah setelah perjalanan yang jauh,
membuat siapapun yang berada di sana saat itu, semakin berhasrat untuk segera
meminumnya. Tapi sang komandan menyergah mereka, “Sungguh, Allah ingin menguji
kalian dengan sungai ini. Maka, tiadalah termasuk dari pasukanku apabila ia
meminum airnya, kecuali hanya sebanyak tangkupan di tangannya.”
Maka, tiadalah terasa dari kelompok yang sejak awal
memang sedikit itu, kecuali segelintir orang saja. Tholut pun meneruskan
peperangan bersama kelompok kecil itu. Dan akhirnya, kita bisa simak di Al
Qur’an, “ Fa hazamuuhum biidznillah”. Maka binasalah Jalut
atas kehendak Rabb semesta. Allahu akbar.
Setiap kali kisah ini disinggung saat SAPALA, aku
jadi tersadarkan dari niat yang menyimpang. Biasanya, serampung makan pagi,
kami berusaha mencuri-curi kesempatan mencari kran, dan meneguk sedikit air
darinya. Tapi, sebakda ditahdzir dengan ayat ini, kami jadi tersadar. Ketaatan
itu paling utama, karena keberkahan akan amal bergantung padanya.
Kita tentu sering mendengar cerita tentang perang
Uhud. Pada perang tersebut, meski pada hakikatnya kaum Muslimin memperoleh
kemenangan, tapi pada dzahirnya mereka dikalahkan oleh kaum musyrikin. Adalah
Khalid bin Walid yang ketika itu belum berIslam, yang memporak-porandakan kaum
Muslimin. Akhirnya, korban pun banyak berjatuhan.
Dan musababnya adalah adanya pasukan dari kaum
Muslimin yang tidak mengindahkan perintah. Mereka regu pemanah meninggalkan
bukit yang seharusnya mereka jaga karena ingin mengumpulkan ghanimah
sebagaimana sahabat lainnya. Dan dari bukit itulah Khalid bin Walid melancarkan
serangan balasan.
Begitulah.
Maka, pantaslah Rasulullah mewanti-wanti kita dengan wasiatnya yang mulia; “Ushikum
bitaqwallah wassam’i waththo’at.” Aku wasiatkan kepada kalian untuk
bertaqwa kepada Allah, mendengar, dan menaat. Meski pada seorang budak Habsyi,
meski ia berkulit hitam nan legam.
Ya Rasulallah, sami’naa wa atho’naa
*Pada akhirnya, kami mendapat kabar dari salah satu
ikhwah yang bisa merapat ke GBK, bahwa Syaikh Misyari membatalkan kunjungannya.
Laa haula wa laa quwwata illa billah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran Anda Untuk Perbaikan Diri dan Koreksi. Terima Kasih :)