Kumpulan Video Cinta Belajar

06/09/20

 1. Anestesi Jantung Huda Pikapi 25 Juli 2020


2. Bedah Ginekologi Karla Naim 1 Agustus 2020


3. Psikiatri Kulit Arif Jibril 8 Agustus 2020


4. Mata Marwa 15 Agustus 2020


5. Radiologi Anak Mumus Linda 22 Agustus 2020


6. Forensik Bioetika Talika 29 Agustus 2020


7. Anestesi Mentari 5 September 2020

8. Bedah Kulit Aufa Izza 12 September 2020



Kalimat Itu

22/03/19

“Jual jasa motivasi untuk adik-adik yang belum keterima PTN lewat jalur SNMPTN”

Salah satu stories yang cukup menggelitik hasil karya adik tingkat saya yang paling unik di antara sekian banyak stories tentang pengumuman SNMPTN hari ini. Memang adik tingkat yang satu ini beda di antara banyak spesies yang lainnya.
Meskipun peran motivator dan kata-kata positif sering menjadi hujatan bagi beberapa orang dewasa ini -karena dianggap terlalu normatif-, tapi menurut saya kalimat bernuansa positif tetaplah memiliki makna di era ini. Apalagi ketika kalimat itu diucapkan tulus untuk seseorang secara langsung, dimana terkadang ia dianggap sederhana oleh orang yang mengucapkannya tapi dampaknya begitu luar biasa bagi kita yang menerimanya.
“Idemu bagus dek, tapi kita tetap perlu melihat kondisi lingkungan kita. Tetap pertahankan ya idealismemu, aku yakin suatu saat kamu pasti bakalan jadi orang besar”
Mendapat kalimat seperti itu dalam buku harian ospeknya, seorang mahasiswa baru merasa diperlakukan sebagaimana selayaknya manusia. Ah, masak iya sih suatu saat nanti bisa jadi kayak mas mbak yang jadi panitia dan pengisi acara itu? Tapi kalimat sederhana, “aku yakin suatu saat kamu pasti bakalan jadi orang besar” itu menjadi salah satu memori yang membekas bagi mahasiswa itu. Merasa diperlakukan begitu istimewa, merasa idenya terasa bukan ide biasa, merasa dianggap bahwa ia mampu. Dan kalimat itu menjadi salah satu pelecut, yang terus terngiang sampai ia menyelesaikan studinya.
“Gapapa kok dek, karena adanya orang kayak kamu, kami yang biasa aja ini bisa dekat dan tak merasa sungkan untuk berinteraksi dengan orang-orang yang hafal Al Quran”
Kalimat itu keluar dari seorang kakak tingkat di saat diri merasa di titik nadir. Merasa saat itu gagal untuk menjadi seorang role model dan teladan dalam kebaikan. Merasa gagal untuk menjaga diri. Tapi kemudian kata-kata sederhana itu menjadi salah satu motivasi untuk menjadi seseorang yang rendah hati dan membumi. Ndak semua harus jadi yang di depan memberi teladan, harus ada juga yang di sekitar berbaur, merangkul, dan menyadarkan bahwa berbuat baik bukan hanya hal yang bisa dilakukan oleh penduduk langit.
Kamu itu keren kok dek, dengan caramu sendiri
Begitulah, ada begitu banyak kalimat sederhana yang mungkin saat itu keluar hanya sebagai penenang. Tapi ternyata penenang itu berdampak begitu banyak. Sampai akhirnya menjadi penawar di kala pahit, pelecut di kala lemah, dan pengingat di kala mulai teledor.
Maka, mari belajar untuk terus mengeluarkan apa yang terbaik yang bisa kita ucapkan. Biarlah yang lain sambat dan menghujat, mari kita belajar untuk menjaga agar hanya yang terbaik yang keluar dari bibir kita. Karena kita tidak pernah tahu, kalimat mana yang mungkin menyakiti hati mereka, dan kita juga tidak pernah tahu, kalimat mana yang mungkin jadi pelecut dan melekat erat dan terus memotivasi mereka untuk menjadi pribadi yang baik.
Kamu, pernah mendapat kalimat itu?

6 Tahun ini

20/11/18

"Ini Hud, sekolahnya keren. Anaknya pinter-pinter, sholeh-sholeh, hafal Al Quran juga"

Kalimat itu jadi terngiang semasa masih SD. Ketika dalam perjalanan ke rumah mbah di Tawangmangu, dan melewati bangunan dengan 2 menara tersebut selalu diiming-imingi Abi nasehat itu. Jadilah, seorang anak kecil yang namanya lahirnya beda dengan nama semasa SMA itu bermimpi," besok aku harus sekolah disini".

Berjalanlah waktu, semua mimpi yang dulu awalnya pengen seperti anak Klaten zaman itu, jadi gak menarik lagi. Meskipun dalam perjalanannya kemudian kadang penyesalan itu muncul, tapi tetap menjadi santri adalah sebuah hal yang harus ia jalani. Masa awal nyantri ternyata gak sesederhana itu, masih inget ketika kelas satu MTs kemudian ia merasa minder karena teman-temannya sudah pada punya hafalan semua. Sementara ia, aih udah bisa hafal surat Al Humazah dan ayat kursi pas dulu pelajaran agama aja bahagia banget. Ini teman-temannya malah bisa melafalkan al fajr dengan lancar, iya al fajr, slaah satu surat yang dulu di jum amma itu dicetak berhalaman-halaman.

Waktu berlalu, ternyata menghafal Al Quran menjadi sebuah hal yang menyenangkan, meskipun awalnya sempat frustasi karena menghafal Al Fajr aja butuh sampai 2 bulan lamanya, tapi seiring berjalannya waktu semua terasa lebih mudah. Belum lagi kalau diiming-imingi, "eh itu ustadznya keren banget, udah hafal surat AlBaqoroh", jadilah tambah semnagt dan semangat lagi. Syukron juga ustadz Alim yang dulu mau menyimak hafalan bocah kecil imut yang sering dibully gara-gara ngantukan pas belajar malem itu.

Allah kemudian ternyata mempermudah jalannya. Di tahun kedua, ia dipertemukan dengan seorang ustadz yang hafal Al Quran. Di subuh itu, tetiba sang ustadz memanggilnya, "dek, sini coba saya simak bacaannya, udah hafal berapa juz?". Dan kemudian, interaksi pertama yang menyeramkan itu berlanjut ke interaksi berikutnya. Yang awalnya si anak selalu dimarahin dengan lembut, "dek, bacaannya jangan lewat hidung semua dong", lalu malah bisa makan mi ayam bareng, setoran bareng, bahkan dikenalkan dengan konsep juziyah. Pertemuan itulah yang kemudian semakin menambah semangat si anak, berjuz-juz kemudian coba dihafalkan, yang awalnya target dari kpondok cuma 1 juz per tahun, dengan seizinNya, total 6 juz sudah ia selesaikan selama pendidikan 3 tahun itu. Syukron ustadz Wahyudi

Sepurna MTs, mimpi masa kecilnya muncul lagi. Harus bisa jadi penghafal Quran, pokoknya harus. Mimpi buat masuk pondok di pinggir jalan Solo-Tawangmangu itu terus bertumbuh. Tapi kadang juga merasa minder, kalau nanti gak diterima gimana ya. Kalau nanti gak kuat gimana ya, dan segala waswas lainnya. Tapi ternyata di perjalanan Allah juga yang memudahkan. Berbekal "udah pernah" hafal dan modal pinter gombalin ustadz yang ternyata udah jadi bakat sejak kecil, anak imut itu akhirnya diterima di sekolah impiannya, Isy Karima.

Tapi ternyata, kehidupan hafal-menghafal ndak semudah itu juga. Lagi-lagi minder itu menghampiri ketika tahu banyak kemudian di antara kawan-kawannya yang sudah memiliki modal hafalan belasan juz. Ah gak boleh kalah pokoknya, jadilah halaqoh yang dimpimpin oleh ustadz Faiz Baraja itu menjadi ajang perlombaan yang menyejukkan. Ketika semua berlomba-lomba menyetorkan hafalan, berlomba untuk terus istiqomah setoran seperempat juz per hari dan cepet-cepet juziyah, meskipun berbulan-bulan kemudian satu per satu mulai berjalan pelan-pelan. Tapi semuanya terus istiqomah, dan anak kecil itu masih aja penasaran, kok bisa ya mereka bisa secepet itu.

Waktu demi waktu berlalu, hingga tahu tentang hal-hal baru di pondok semacam menjadi pengajar TPA. "Katanya kalau mau jadi pengajar harus udah selesai 20 juz dulu, kalau enggak pilihan dari ustadz cuma dua, tetep taklim, tapi tak lempar". Obrolan itu pun menjadi sebuah pelecut tersendiri, "pokoknya aku harus cepet selesai, biar nanti cepet bisa ngajar TPA", dan Allahlah yang kemudian memudahkan segalanya.

Terlihat sederhana dan cepat memang, tapi ternyata kalau dikenang perjalanan anak itu tak semudah pas udah jadi nostalgia juga. Ada kalanya waktu pertama kali ditolak hafalan atau juziyah pengen nangis, ada masa dimana merasa kok gak hafal-hafal sih, dan juga ada saat di mana kadang ingin sejenak aja berhenti beristirahat, karena semua bebannya begitu terasa membuat penat. Tapi Allah memanglah yang memudahkan, segala kesusahan itu pun akhirnya terlewati dan menjadi sebuah hal yang menjadi sesuatu yang indah dikenang di masa kini. Tersebutlah pagi itu, di hari selasa 20.11.2012, sang anak menuntaskan setorannya. Dan bulir-bulir air matapun menetes membasahi pipinya.

jazakallah khoir ustadz Faiz Baraja, ustadz Khoril Azka, dan semua asatidzah lainnya.

===
Tanggal 20 November selalu menjadi hal yang menarik dan memorable bagi saya. Bukan tentang milad hafalan ataupun terminologi lainnya, tapi hari ini menjadi sebuah titik dimana titipan yang agung itu Allah berkenan untuk berikan. Dan setelahnya, saya mencatat betapa banyak kemudian kemudahan-kemudahan yang Allah berikan. Baik secara administratif, maupun secara psikologis dan kondisi ruh sendiri. Masih inget kemudian setiap taklim, ketika teman-teman yang lain harus sembunyi-sembunyi, saya bisa dengan leluasa lewat jalur depan, kemudian Allah juga berkenan bisa ikut beberapa dauroh yang dikhususkan buat yang sudah khatam duluan, dan segala kemanfaatan lainnya.

Masa-masa setelah khatam juga menjadi masa yang indah, perjuangan buat menyelesaikan ujian tahfizh, lalu kemudian Allah perkenankan bisa setoran 30 juz dalam dua hari meskipun saat itu kondisi udah demam dan somnolen, momen dimana kemudian diberi kemudahan buat ikut les di luar, hingga sempet terjatuh semasa gagal seleksi SNMPTN lewat prestasi hafal Al Quran. Tapi kemudian Allah pertemukan dengan kebaikan lainnya, bertemu dengan kawan-kawan keluarga huffazh yang luar biasa, bisa bertemu dengan kawan-kawan di Ilmu Quran yang tak kalah istimewa, hingga segala keajaiban lainnya.

Sempat juga dulu ngedown, semasa ikut di himpunan dan merasa gaulnya kebablasan. Lalu kemudian ada seorang mbak yang menguatkan dan bilang, "gapapa kok Hud jadi hafizh yang membumi, kalau gak gitu mungkin orang-orang kayak kita jadi merasa enggan dan malas buat bertanya ke orang-orang kayak kalian. Makasih udah jadi orang yang beda, yang mau mendekatkan Al QUran ke kita ya". Dan saat itu cuma bisa mbrebes aja :")

Dan di 6 tahun ini sebenarnya kadang-kadang rasa takut itu menghampiri. Apalagi tiap balik ke pondok selalu aja merasa, duh kok udah gak layak lagi ya dianggap santri. Apa ustad-ustadz gak malu punya lulusan kayak gini :" Tapi bagaimanapun semua mungkin berproses, dan kata uncle ben with great power comes great responsibility. Selalu ada tanggung jawab besar di balik titipan dan anugerah yang besar. Maka saya mohon bantuan dari kalian, semoga kemudian kita diberi kekuatan untuk terus dikuatkan dan diberi keistiqomahan membawa amanah ini. Yuk merawat amanah ini bersama :"

Dan pada akhirnya, kita harus menginsafi bahwa jadi penghafal Al Quran bukan hal yang mustahil kok. Dan dalam diri kita selayakannya bemimpi untuk mewujudkan cita-cita Qurani. Kalau kata ustadz Syihab dulu.
"Jangan pernah berhenti mewujudkan cita-cita Qurani. Kalian harus mengajak semua orang untuk jadi penghafal Al Quran. Kalau gak bisa, ya harus bercita-cita punya pasangan penghafal Al Quran. Kalau masih gak bisa, ya harus bermimpi bahwa dari keturunan kalian akan ada anak-anak yang menjadi penghafal Al Quran"

Huda S Drajad
G0015110

psst : tulisan ini semoga bukan bermaksud untuk kesombongan, tapi memang di setiap tanggal 20 November saya selalu mengupayakan untuk menulis tentang hafalan saya, sebagai pengingat bahwa ada amanah berat yang sering terlupa.
Oiya, Isy Karima juga udah buka pendaftaran :)

Titik Balik Kita

30/10/18


Selamat, Anda diterima di fakultas kedokteran Universitas X.

Kalimat ini, terlihat sederhana dan tanpa makna atau kata-kata puitis di sana. Font yang dipakai pun biasa saja, tapi ada banyak orang yang bahagaianya tidak ketulungan ketika membaca kalimat ini pada gawai yang dipegangnya. Yap, diterima menjadi mahasiswa kedokteran merupakan mimpi yang didambakan banyak anak, bahkan bukan Cuma anaknya, tapi juga bapak ibunya. Tak terasa, perjuangan yang selama ini dilakukan akhirnya berbuah manis. Calon dokter, menjadi salah satu yang dirasa derajatnya sedikit tinggi dibandingkan kawan-kawan yang diterima di jurusan lain.

Aih, ternyata kemudian apa yang diimpikan berbenturan dengan realita. Perjuangan menjadi seorang dokter ternyata bukanlah jalan yang mudah. Ada banyak ujian yang harus dilewati, dari asistensi pagi hari, pretest dan postest, sampai responsi dan ujian Blok selalu menghantui. Dan kemudian, niat untuk menjadi mahasiswa kedokteran itulah benar-benar akan diuji.

Ada banyak kemudian yang mulai merasa cemas. Dari sekian ujian yang dilewati, ternyata mulai banyak yang gagal lulus atau remidi. Sesuatu yang dianggap baru bagian sebagian besar mahasiswa baru ini, ya selama ini mereka selalu menjadi bintang di kelasnya, dari TK sampai SMA. Ranking satu dua yang biasanya menjadi makanan sehari-hari, kini hanya menjadi impian di tengah siang bolong. Tak jarang yang kemudian merasa terbebani dengan berbagai status merah atau remidi yang disandangnya. Ya mau gimana lagi, dulu biasanya yang teratas, sekarang malah jadi yang terbawah.

Di titik awal seperti inilah kemudian kesungguhan masing-masing mahasiswa itu kembali teruji. Dan ternyata, bukan satu dua saja yang mengalaminya, ada banyak dari mahasiswa kedokteran yang merasakan ketakutan dan tekanan yang sama. Dari seorang juara kelas, lalu harus bersusah payah demi lolos dari remidi. Dari seorang juara olimpiade, lalu harus mengais-ngais nilai demi tidak ujian lagi. Dan ternyata, saya juga pernah termasuk di antara mereka.

Adalah sejak osmaru (orientasi mahasiswa baru) bermula, saya mulai merasakan tekanan ini. Dulu, saya merasakan kegelisahan yang sama. Saat itu kelompok kami melanggar salah satu aturan, dan oleh mas mas komdis kami diberi hukuman untuk menghapalkan 9 regio abdomen. Eh regio, makanan apa itu? Abdomen? Apakah itu makanan khas Jepang? Oke itu ramen, gak lucu btw. Tapi beneran, saya tertekan. Di hari berikutnya ketika harus setoran, terlihat kawan-kawan saya merapalkan kesembilan regio dari hipocondriaca dextra sampai lumbal sinistra dengan lancar. Sementara saya masih saja kagok dan mencerna apa maksud dari semua ini.

Pun mulai masuk course, dari Anatomi, Fisiologi, hingga Histologi. Saya masih takjub dengan kawan-kawan saya yang tiap kuliah selalu menganggukkan kepala. Sementara saya hanya terdiam tak percaya, istilah apakah semua ini. Apa benar saya harus menghafal semuanya. Apa benar saya harus memahami segalanya? Dan puncaknya, ketika sampai fase responsi saya remed 2 dari 3 mata kuliah itu. Pun untuk course fisiologi yang lolos pun, saya sama sekali belum paham apapun kecuali bahwa homeostasis itu adalah sebuah keseimbangan layaknya yin dan yang.

Rasa minder kemudian menyelimuti lagi ketika memasuki blok-blok selanjutnya. Dari blok Biomolekuler sampai blok Immunologi, saya lihat kawan-kawan yang lain dengan mudahnya memahami diagram-diagram itu. Sementara saya, bahkan bisa hafal satu enzym saja sudah bersyukur. Jangankan berharap nilai A, lulus aja sudah menjadi salah satu hal yang membuat saya bahagia.

Dan saya semakin tertekan ketika setiap diskusi teman-teman saya selalu memahami setiap materi yang diberikan. Saya tertekan, meskipun saya masuk UNS bukan dari jalur undangan, tapi tetap saja beban menjaga nama seorang hafizh itu bukan beban yang sederhana. Tapi saya selalu menghibur diri, “gapapa, kan dulu mereka dari sekolah negeri, jadi ya emang mereka udah fokus ke materi seperti itu dari lama. Kan dulu aku banyak belajar huruf arabnya jadi ya gapapalah adaptasi”. Sebuah pembenaran yang sebenarnya tidak sepenuhnya benar, tapi tetap saya gumankan demi menghibur diri agar tidak berlarut dalam kesedihan.

Pun kemudian ketika akhirnya melihat kakak tingkat yang berprestasi dengan segala caranya, di organisasi, menjadi asisten lab, menjadi delegasi olimpiade, saya menjadi semakin minder. Duh, IPK kok Cuma segini, mungkin gak ya bisa sekeren mereka. Duh, saya gak paham banyak hal, bisa gak ya bermanfaat seperti mereka. Saya pun saat itu Cuma mencanangkan dua mimpi yang keliatan muluk, menjadi delegasi IMO musculoskeletal dan asisten anatomi, meskipun sama sekali ndak tahu gimana caranya nantinya.

Adalah kemudian akhirnya Allah yang memudahkan jalannya. Saya dipertemukan dengan Jibril, Mas Taufik, dan kawan-kawan lain yang kemudian membimbing saya untuk banyak belajar. Hingga akhirnya diterima menjadi asisten anatomi menjadi titik balik pertama saya. Saya yang notabene berIP pas-pasan, dipertemukan dengan kawan-kawan hebat yang tak diragukan etos belajar dan kecerdasannnya. Dan saya bersyukur, semangat belajar mereka menular, yang awalnya saya menganggap bahwa belajar itu adalah sebuah hal yang susah, karena tekanan dari kawan-kawan yang pintar akhirnya perlahan saya mulai belajar menikmati semua hal itu.

Pun kemudian titik balik kedua saya ada saat saya terpilih menjadi seorang ketua himpunan. Adalah saya sering memotivasi staff saya untuk belajar, kemudian saya tertohok seandainya etos belajar saya tidak lebih dari mereka. Dari situlah kemudian saya mencoba untuk lebih aktif dalam diskusi tutuorial, lebih serius ketika belajar OSCE, dan lebih berusaha ketika akan menghadapi UB. Dan berbagai hal yang dulu saya anggap sebagai beban, ternyata perlahan berubah menjadi kenikmatan. Dan saya bersyukur, Allah berikan kemudahan untuk berbalik di titik ini.

===
Dalam berbagai kesempatan diskusi dengan beberapa orang, termasuk kakak tingkat dan dosen saya, beliau pernah berpesan bahwa setiap orang memiliki titik baliknya masing-masing. Yang perlu dilakukan sekarang hanyalah berusaha untuk meraih titik balik itu. Karena sejatinya juga, hidup kita adalah benar-benar seperti roda, ada begitu banyak titik balik, dan semudah itu Allah kemudian membolak-balikkan kita, atau menaik turunkan derajat kita. Di sanalah kemudian, keinsafan bahwa diri kita tak ada apa-apa tanpaNya perlu ditanamkan.

Seperti di awal, ada mereka yang juara kelas dari SD-SMA, tapi kemudian Allah berikan ujian yang cukup berat selama menjadi mahasiswa kedokteran. Kemudian dia berusaha survive, Allah mudahkan, hingga akhirnya bisa berprestasi semasa preklinik, lalu Allah pertemukan dengan masa koas yang kata sebagian orang ialah seperti keset. Masa koas terlampaui, lalu tersematlah gelar dokter. Dibanggakan keluarga hingga mungkin warga desa, tapi kemudian ketika mengambil PPDS dijadikan lagi dia di bawah, bahkan bahasa kasarnya di bawah keset.

Begitulah takdir hidup berjalan, ada kalanya kita di atas, tapi tak jarang juga kita di bawah. Maka benalah kemudian ketika dokter Indah kemarin berkata bahwa dokter itu sama sekali tak layak untuk sombong. Karena tadi, semudah itu kemudian Allah akan mengubah derajatnya. Di sanalah kita kemudian belajar akan kesyukuran ketika berada di atas, dan kesabaran ketika berada di bawah.

Maka ketika barangkali tiba masa-masa sulit itu, semoga kita terus dikuatkan. Karena pasti Allah yang akan memberikan titik balik bagi kita. Bisa jadi titik balik itu bukan di masa pre klinik ini, bisa jadi ketika koas, bisa jadi ketika sudah lulus dokter, ketika sudah berkeluarga, memiliki anak, atau saat-saat setelahnya. Yang bisa kita lakukan hanya berusaha dan percaya, bahwa akhir yang baik akan diberikan kepada mereka yang percaya janjiNya.

Dan bukankah untuk melihat sunrise dari puncak gunung dengan indah diperlukan pendakian yang tak mudah?

Maha benarlah firmanNya ketika manusia berangankan surga
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?” (Al Baqoroh: 214)

Semoga aku dan kamu dikuatkan. Kalau kamu lagi bete, cerita aja. Kalau kamu lagi lelah, cerita aja. Kalau kamu lagi butuh bantuan, cerita aja. Kalau cerita kepada manusia belum menyelesaikan masalah, coba cerita dalam sujudmu di atas sajadah

Huda S Drajad
G0015110

ASUS Laptopku, ASUS teman Baikku

07/09/18


Adalah dalam hidup ini kita diberi kesempatan untuk berbagi kebaikan dengan banyak cara. Ada hal-hal besar seperti menjadi seorang pemimpin, menjadi seorang influencer, atau tokoh masyarakat yang dengan mudah mampu memberikan pengaruh-pengaruh kebaikan bagi mereka yang ada di sekitarnya. Tetapi terkadang ada juga kebaikan-kebaikan kecil yang mampu kita berikan pada mereka yang ada di sekitar kita, seperti membantu membuatkan poster penyemangat untuk teman kita, membuat video-video mini untuk meningkatkan kewaspadaan akan suatu hal, atau mungkin menulis untuk berbagi inspirasi bagi sekitar. Dan kebaikan-kebaikan kecil seperti ini, menjadi salah satu solusi bagi kami para mahasiswa yang mungkin tak memiliki banyak harta atau banyak kompetensi untuk bisa dibagikan kepada sesama.

Sebuah kesyukuran juga, selama ini laptop ASUS mampu menjadi teman yang setia dalam mewujudkan kebaikan-kebaikan kecil itu. Satu laptop yang menemani suka dan duka, menjadi saksi bagaimana harus berlembur mengerjakan tugas dosen, membuat makalah, atau sekedar membuat poster sederhana berisi kata-kata penyemangat untuk teman-teman kita. Saya bersyukur, dipertemukan dengan laptop ASUS ini, karena mampu menjadi teman baik untuk terus membagikan kebaikan, dari kebaikan kecil hingga kebaikan besar yang mampu menghadirkan senyum tulus pada orang-orang yang saya cintai.
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS