“Belajar memang benar-benar menyebalkan”
Semua orang mengakuinya.Ya,
belajar memang hal yang sangat menyebalkan. Ada begitu banyak materi yang harus
dipahami. Ada berjuta rumus yang harus dihafalkan. Ada seabrek hal yang menurut
kita tidak berguna, tapi kita dipaksa untuk mempelajarinya.Terutama kami yang
terbiasa hidup di lingkungan pesantren.
Memang, bagi kami mengulang-ulang
hafalan Al Qur’an -yang bagi sebagian orang di luar susah- bukanlah merupakan
pekerjaan yang berat. Tapi belajar ilmu eksak? Ilmu yang berisikan hal-hal yang
bersifat duniawi –menurut kami-? Mempelajarinya jauh lebih menjemukan. Ditambah
lagi, dengan tausiyah beberapa asatidzah yang menyebutkan, bahwa kita belajar
ilmu seperti itu adalah hal yang sia-sia. Maka, kami semakin drop untuk
mempelajarinya.
Tapi aku mendapatkan jawabannya
“Makanya,
orang yang bisa belajar itu hebat.”
Sekali lagi, aku disentil oleh
salah satu film yang kutonton. Kali ini giliran film Taiwan berjudul You’re
the Apple of my eye. Ya, dari situ aku belajar, bahwa belajar memang
menjemukan, belajar memang menyebalkan, belajar memang menjengkelkan. Tapi,
mereka yang mampu melewatinya adalah orang-orang yang hebat. Belajar memang
kadang membuat frustasi, bahkan bagi mereka yang hidup di luar pesantren.
Tapi di situlah letak
keajaibannya. Sekalipun ia menyebalkan, tapi memang hanya orang-orang yang bisa
mengalahkan kesebalannya itulah orang yang hebat. Mereka mampu menahan ego
dalam dirinya. Meski bukan berarti, belajar formal adalah segalanya.
***
“Fisika, matematika, biologi,
kimia, buat apa sih mempelajarinya”, kalimat itu sering terngiang di dalam
benak kami.
Fisika? Kurang kerjaan
menghitung tegangan katrol, kecepatan bunyi, bahkan tegangan pada gagang sapu.
Yang penting kita bisa makai kan? Bukankah itu udah cukup?
Matematika? Nggak bakalan juga
semua rumusnya dipakai dalam kehidupan. Misalnya SPLDV-nya, nggak mungkin kan
pas kita beli siomay kita bilang, “Bang, kalau 2 siomay ditambah 3 tahu kan 5
ribu, terus kalau 5 siomay ditambah 1 tahu kan 7 ribu, berapa harga gerobak
siomay-nya?” -_- Yang jelas bagi kami, matematika yang penting bisa menghutang
uang dan anggaran kehidupan. Itu cukup.
Biologi? Itu ngapain sih
ngapalin profase, anafase, metafase, ama telofase. Telofase, itu apa
hubungannya ama singkongfase? Atau mungkin kentangfase? Ada meiosis, mitosis,
mendesis, itu buat apa gunanya bagi kita? Yang penting kita hidup udah cukup
kan?
Apalagi kimia. Ngapalin berderet
deret sistem periodik unsur, buat apa? Ngapain susah-susah menghafal Bebek
Mangan Cacing Seret Banget Rasane.
Hla wong ngapalin Al Qur’an aja udah susah. Lagian kalau pengen unsur kimia
tinggal beli kan? Selesai sudah masalah.
Seringkali kita berfikir, apa
yang kita lakukan adalah percuma. Belajar susah-susah, tapi pada akhirnya kelak
juga semuanya nggak berguna. Sia-sia. Mubadzir. Itu sering terlintaskan. Maka
sekali lagi aku tersentil.
“ Aku berani bertaruh, 10
tahun lagi, sekalipun aku tidak mengetahui apa itu log, aku masih bisa hidup
baik-baik.”
“ Emm”
“ Apakah kamu percaya?”
“ Ya, percaya kok”
“ Lalu kenapa kamu masih giat
belajar?”
“ Dalam kehidupan manusia,
memang banyak usaha yang tidak membuahkan hasil. “
Fyuh, aku pun harus mengusap
keringat kembali. Ya, aku tersadarkan lagi. Memang ada banyak usaha dalam hidup
kita yang tidak membuahkan hasil. Dalam belajar, bekerja, berwirausaha, dan
dalam urusan cinta. Semuanya sama. Tapi kita lupa, kalau bergerak aja belum
tentu membuahkan hasil, apalagi kita diam dan tidak bekerja sama sekali.
***
Sehabis menonton film ini, aku
jadi teringat kisah Hajar, yang dahulu berlarian di antara Shofa dan Marwa
ketika bayi kecilnya menangis kehausan. Bisa jadi saat itu beliau mengetahui,
bahwa memang tidak ada air di kedua bukit itu. Tapi beliau tetap berusaha
mengais dan berlarian di antara keduanya. Kenapa? –Wallahu a’lam-
mungkin beliau ingin menunjukkan, bahwa beliau tidak berputus asa. Beliau
meyakini, bahwa sekali-kali Allah tiada pernah menyiakannya. Dan keyakinan
beliau ini, beliau refleksikan dalam usaha yang tiada henti.
Maka aku belajar untuk mencoba
menginsyafi, bahwa bisa jadi apa yang kupelajari saat ini, kurang berguna atau
mungkin tidak berguna bagi masa depanku kelak. Who knows? Tidak ada satu
orang pun yang mengetahuinya. Tapi aku tetap mencoba berusaha, karena aku yakin
sekalipun ending yang tercipta tidak selalu sama dengan yang kita
harapkan, tapi Allah selalu menyiapkan yang lebih baik untuk kita sebagai
gantinya.
***
Di balik kebanyolan dan
kekonyolan film ini yang kadang bikin males, ada banyak hikmah yang bisa kita
dapatkan. It’s very recomended bagi kalian yang butuh penguatan atas
usaha yang sedang kalian upayakan. Sebenarnya masih ada banyak hikmah lain,
cuma mungkin sekarang bukan saat yang tepat untuk membaginya. Semoga suatu saat
kita bisa berbagi lagi. Syukron.
Klaten, 28 Shafar 1436H
Huda Syahdan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran Anda Untuk Perbaikan Diri dan Koreksi. Terima Kasih :)