Belajar memang Menyebalkan

20/12/14

“Belajar memang benar-benar menyebalkan”

Semua orang mengakuinya.Ya, belajar memang hal yang sangat menyebalkan. Ada begitu banyak materi yang harus dipahami. Ada berjuta rumus yang harus dihafalkan. Ada seabrek hal yang menurut kita tidak berguna, tapi kita dipaksa untuk mempelajarinya.Terutama kami yang terbiasa hidup di lingkungan pesantren.

Memang, bagi kami mengulang-ulang hafalan Al Qur’an -yang bagi sebagian orang di luar susah- bukanlah merupakan pekerjaan yang berat. Tapi belajar ilmu eksak? Ilmu yang berisikan hal-hal yang bersifat duniawi –menurut kami-? Mempelajarinya jauh lebih menjemukan. Ditambah lagi, dengan tausiyah beberapa asatidzah yang menyebutkan, bahwa kita belajar ilmu seperti itu adalah hal yang sia-sia. Maka, kami semakin drop untuk mempelajarinya.

Tapi aku mendapatkan jawabannya
 “Makanya, orang yang bisa belajar itu hebat.”

Sekali lagi, aku disentil oleh salah satu film yang kutonton. Kali ini giliran film Taiwan berjudul You’re the Apple of my eye. Ya, dari situ aku belajar, bahwa belajar memang menjemukan, belajar memang menyebalkan, belajar memang menjengkelkan. Tapi, mereka yang mampu melewatinya adalah orang-orang yang hebat. Belajar memang kadang membuat frustasi, bahkan bagi mereka yang hidup di luar pesantren.

Tapi di situlah letak keajaibannya. Sekalipun ia menyebalkan, tapi memang hanya orang-orang yang bisa mengalahkan kesebalannya itulah orang yang hebat. Mereka mampu menahan ego dalam dirinya. Meski bukan berarti, belajar formal adalah segalanya.

***

“Fisika, matematika, biologi, kimia, buat apa sih mempelajarinya”, kalimat itu sering terngiang di dalam benak kami.
Fisika? Kurang kerjaan menghitung tegangan katrol, kecepatan bunyi, bahkan tegangan pada gagang sapu. Yang penting kita bisa makai kan? Bukankah itu udah cukup?
Matematika? Nggak bakalan juga semua rumusnya dipakai dalam kehidupan. Misalnya SPLDV-nya, nggak mungkin kan pas kita beli siomay kita bilang, “Bang, kalau 2 siomay ditambah 3 tahu kan 5 ribu, terus kalau 5 siomay ditambah 1 tahu kan 7 ribu, berapa harga gerobak siomay-nya?” -_- Yang jelas bagi kami, matematika yang penting bisa menghutang uang dan anggaran kehidupan. Itu cukup.
Biologi? Itu ngapain sih ngapalin profase, anafase, metafase, ama telofase. Telofase, itu apa hubungannya ama singkongfase? Atau mungkin kentangfase? Ada meiosis, mitosis, mendesis, itu buat apa gunanya bagi kita? Yang penting kita hidup udah cukup kan?
Apalagi kimia. Ngapalin berderet deret sistem periodik unsur, buat apa? Ngapain susah-susah menghafal Bebek Mangan Cacing Seret Banget Rasane. Hla wong ngapalin Al Qur’an aja udah susah. Lagian kalau pengen unsur kimia tinggal beli kan? Selesai sudah masalah.

Seringkali kita berfikir, apa yang kita lakukan adalah percuma. Belajar susah-susah, tapi pada akhirnya kelak juga semuanya nggak berguna. Sia-sia. Mubadzir. Itu sering terlintaskan. Maka sekali lagi aku tersentil.

“ Aku berani bertaruh, 10 tahun lagi, sekalipun aku tidak mengetahui apa itu log, aku masih bisa hidup baik-baik.”
“ Emm”
“ Apakah kamu percaya?”
“ Ya, percaya kok”
“ Lalu kenapa kamu masih giat belajar?”
“ Dalam kehidupan manusia, memang banyak usaha yang tidak membuahkan hasil. “

Fyuh, aku pun harus mengusap keringat kembali. Ya, aku tersadarkan lagi. Memang ada banyak usaha dalam hidup kita yang tidak membuahkan hasil. Dalam belajar, bekerja, berwirausaha, dan dalam urusan cinta. Semuanya sama. Tapi kita lupa, kalau bergerak aja belum tentu membuahkan hasil, apalagi kita diam dan tidak bekerja sama sekali.

***

Sehabis menonton film ini, aku jadi teringat kisah Hajar, yang dahulu berlarian di antara Shofa dan Marwa ketika bayi kecilnya menangis kehausan. Bisa jadi saat itu beliau mengetahui, bahwa memang tidak ada air di kedua bukit itu. Tapi beliau tetap berusaha mengais dan berlarian di antara keduanya. Kenapa? –Wallahu a’lam- mungkin beliau ingin menunjukkan, bahwa beliau tidak berputus asa. Beliau meyakini, bahwa sekali-kali Allah tiada pernah menyiakannya. Dan keyakinan beliau ini, beliau refleksikan dalam usaha yang tiada henti.

Maka aku belajar untuk mencoba menginsyafi, bahwa bisa jadi apa yang kupelajari saat ini, kurang berguna atau mungkin tidak berguna bagi masa depanku kelak. Who knows? Tidak ada satu orang pun yang mengetahuinya. Tapi aku tetap mencoba berusaha, karena aku yakin sekalipun ending yang tercipta tidak selalu sama dengan yang kita harapkan, tapi Allah selalu menyiapkan yang lebih baik untuk kita sebagai gantinya.

***

Di balik kebanyolan dan kekonyolan film ini yang kadang bikin males, ada banyak hikmah yang bisa kita dapatkan. It’s very recomended bagi kalian yang butuh penguatan atas usaha yang sedang kalian upayakan. Sebenarnya masih ada banyak hikmah lain, cuma mungkin sekarang bukan saat yang tepat untuk membaginya. Semoga suatu saat kita bisa berbagi lagi. Syukron.


Klaten, 28 Shafar 1436H

Huda Syahdan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran Anda Untuk Perbaikan Diri dan Koreksi. Terima Kasih :)

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS