Mencintainya dalam diam

03/12/14

ramadhan fasting

Mencintai seseorang, adalah suatu hal yang tiada habis untuk diperbicangkan. Ya cinta, mempunyai daya untuk terus mengundang lisan untuk terus berucap, mengundang tangan untuk terus menulis, dan mengundang hati untuk terus berguman. Cinta selalu punya daya yang tiada terduga. Kadang mampu mebuat sang perasa berseri, tapi tak jarang membuat nyeri.

Cinta berawal dari perasaan, begitu kata ustadz Abu Hasanuddin dalam kajiannya di Kajian Ahad Pagi kemarin. Perasaan, jika ia ditanam pada tanah yang bukan miliknya, bisa jadi berakhir tersia, atau bahkan berujung nestapa. Dan bukan haknya untuk mempertanyakan jika suatu hari tanah itu dibeli orang, karena ia tidak berkuasa atasnya.

Mencintai seseorang, beberapa hari terakhir aku merasakan kembali getarannya. Rasa itu menyusup ke dalam hati. Memasuki rongga dan pori-pori batin. Membuatku tersiksa, walau jujur aku menikmatinya. Love is sweet torment, begitulah istilah Maria dalam ayat-ayat Cinta.

Mencintainya adalah sebuah lelucon. Ya, karena aku begitu merindukan sosok yang tiada kutahu perasaannya padaku. Tapi aku menikmatinya. Menikmati setiap detik ia bahagia. Menikmati setiap saat dia ada. Menikmati setiap keadaan yang tercipta.

Aku menikmati mencintainya dalam diam. Dalam keadaan sendiri, yang tiada diketahui kecuali oleh diriku dan Sang Pencipta saja. Meski kadang ada saat aku cemburu dengannya, tapi aku selalu teringat bahwa ia bukan hakku dan aku bukan haknya.

Dalam setiap keadaan yang ada aku selalu menahan untuk tidak memberi sinyal hati. Aku takut jika hubungan kami harus ternodai. Aku takut jika rasa ini tumbuh di saat ia belum layak untuk bersemi. Aku takut, maka aku pun memendamnya.

Aku berusaha menjaga dalam suci dan senyap. Meski aku terus memperhatikan, meski aku terus memantau lini masa akun media sosialnya. Tapi aku selalu diam, tidak berusaha mengeklik tombol suka, atau memberi komentar pada status yang dibuatnya. Aku takut kesucian kita tersia.

Aku diam karena aku ingin menjaganya. Karena seperti yang ditulis mbak Futri -blogger yang blognya nggak sengaja kutemukan- menjaga seseorang yang dicinta berbeda dari penjagaan hewan atau benda lainnya. Jika aku menolongnya saat jatuh, maka hanya kelemahan yang nantinya dia rasa. Jika saat ini aku memberi cinta sebelum masanya, hanya akan menumbuhkan benalu yang merusak di akhirnya.

Seperti yang dituliskan mbak Futri juga, aku pun juga ingin menjadi orang yang pertama mengucapkan selamat saat dia mendapat kebahagiaan, tapi hal itu urung kusampaikan. Aku hanya terdiam di tempatku, berdoa semoga dia tetap mengingat tempatnya di bumi, dan mengingat bahwa segalanya Allah-lah yang beri.

Maka dalam mencintainya, aku memilih untuk menceriterakannya pada buku harian dan Ar Rohman. Aku memilih untuk memperdengarkannya pada tulisan dan rengek pada-Nya yang kulantunkan. Aku memilih untuk bertahan dalam keadaan yang tercipta, sampai kelak hati kita ditaunkan oleh dan pada-Nya.

Karangpandan, 10 Shafar 1436H
Huda S Drajat

2 komentar:

  1. Keren mas tulisannya, nggak sia-sia baca :D

    www.fikrimaulanaa.com

    BalasHapus

Saran Anda Untuk Perbaikan Diri dan Koreksi. Terima Kasih :)

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS