Mencintai seseorang, adalah suatu hal yang tiada habis untuk diperbicangkan. Ya cinta, mempunyai daya untuk terus mengundang lisan untuk terus berucap, mengundang tangan untuk terus menulis, dan mengundang hati untuk terus berguman. Cinta selalu punya daya yang tiada terduga. Kadang mampu mebuat sang perasa berseri, tapi tak jarang membuat nyeri.
Cinta berawal dari perasaan,
begitu kata ustadz Abu Hasanuddin dalam kajiannya di Kajian Ahad Pagi kemarin.
Perasaan, jika ia ditanam pada tanah yang bukan miliknya, bisa jadi berakhir
tersia, atau bahkan berujung nestapa. Dan bukan haknya untuk mempertanyakan
jika suatu hari tanah itu dibeli orang, karena ia tidak berkuasa atasnya.
Mencintai seseorang, beberapa
hari terakhir aku merasakan kembali getarannya. Rasa itu menyusup ke dalam
hati. Memasuki rongga dan pori-pori batin. Membuatku tersiksa, walau jujur aku
menikmatinya. Love is sweet torment, begitulah istilah Maria dalam ayat-ayat
Cinta.
Mencintainya adalah sebuah
lelucon. Ya, karena aku begitu merindukan sosok yang tiada kutahu perasaannya
padaku. Tapi aku menikmatinya. Menikmati setiap detik ia bahagia. Menikmati
setiap saat dia ada. Menikmati setiap keadaan yang tercipta.
Aku menikmati mencintainya dalam
diam. Dalam keadaan sendiri, yang tiada diketahui kecuali oleh diriku dan Sang
Pencipta saja. Meski kadang ada saat aku cemburu dengannya, tapi aku selalu
teringat bahwa ia bukan hakku dan aku bukan haknya.
Dalam setiap keadaan yang ada
aku selalu menahan untuk tidak memberi sinyal hati. Aku takut jika hubungan
kami harus ternodai. Aku takut jika rasa ini tumbuh di saat ia belum layak
untuk bersemi. Aku takut, maka aku pun memendamnya.
Aku berusaha menjaga dalam suci
dan senyap. Meski aku terus memperhatikan, meski aku terus memantau lini masa
akun media sosialnya. Tapi aku selalu diam, tidak berusaha mengeklik tombol
suka, atau memberi komentar pada status yang dibuatnya. Aku takut kesucian kita
tersia.
Aku diam karena aku ingin
menjaganya. Karena seperti yang ditulis mbak Futri -blogger yang blognya nggak
sengaja kutemukan- menjaga seseorang yang dicinta berbeda dari penjagaan hewan
atau benda lainnya. Jika aku menolongnya saat jatuh, maka hanya kelemahan yang
nantinya dia rasa. Jika saat ini aku memberi cinta sebelum masanya, hanya akan
menumbuhkan benalu yang merusak di akhirnya.
Seperti yang dituliskan mbak
Futri juga, aku pun juga ingin menjadi orang yang pertama mengucapkan selamat
saat dia mendapat kebahagiaan, tapi hal itu urung kusampaikan. Aku hanya
terdiam di tempatku, berdoa semoga dia tetap mengingat tempatnya di bumi, dan
mengingat bahwa segalanya Allah-lah yang beri.
Maka dalam mencintainya, aku memilih
untuk menceriterakannya pada buku harian dan Ar Rohman. Aku memilih untuk memperdengarkannya
pada tulisan dan rengek pada-Nya yang kulantunkan. Aku memilih untuk bertahan
dalam keadaan yang tercipta, sampai kelak hati kita ditaunkan oleh dan
pada-Nya.
Karangpandan, 10 Shafar
1436H
Huda S Drajat
Huda S Drajat
Keren mas tulisannya, nggak sia-sia baca :D
BalasHapuswww.fikrimaulanaa.com
Makasih atas kunjungannya :))
Hapus