Senyuman Sang Pejuang Tulis

23/07/15

Salah satu hal yang membedakan mahad kami dengan mahad-mahad pada umumnya adalah, kelas tiga di mahad kami diperbolehkan untuk mengikuti bimbingan belajar di luar mahad. Dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi tentunya, seperti telah menyelesaikan ujian akhir tahfizh maupun mendapat SKCK tak resmi dari Madrasah dan Kesantrian.
Alhamdulillah, Allah mempermudahku untuk bisa mendapatkan perizinan bersama 3 temanku lainnya. Aku pun mendaftar di Ganesha Operation Karanganyar seperti para pendahuluku. Yakali perjuangannya besar banget les di sana, mulai dari touring setengah jam seminggu dua kali, kudu bolak-balik ke kesantrian buat ngambil kunci motor yang dititipin, sampai godaan warung-warung yang buka di sepanjang jalan raya Solo-Tawangmangu. Apalagi nasi gorengnya Pak Shobirin, bikin benteng iman abis. Ahihi. Tak jarang pula aku harus melompati pagar asrama Cuma buat ngambil jubah atau ngambil iftor yang di kamar. Hasbunallah wa ni’mal wakil.
Pertama kali les di sana, aku merasa minder, secara ilmu eksak yang didapetin di mahad kan kurang banget. Udah gitu di kelasku aku satu-satunya murid yang berasal dari mahad hidup mulia. Huhu. Dan di antara semua pelajaran, kimialah yang menjadi momok bagiku. Pelajaran saat itu tentang benzena dan lain-lainnya, tentang ikatan-ikatannya, bikin pusing seribu pening. Alhamdulillah, tentor kimianya, Bu PT sama Bu HI super-super, tak lama pun aku bisa mulai mengejar ketertinggalanku.
Semakin lama les di sana, alhamdulillah mulai banyak hal yang kudapatkan, dari ilmu-ilmu, pengetahuan tentang dunia luar, hingga kenalan-kenalan baru, dari para tentor hingga anak-anak sekolah lain.Dan  alhamdulillah, setiap try out grafiknya selalu meningkat, seperti cinta kita, semakin lama semakin tinggi menggapai surgaNya. :p
Dan ketika hari H perang, aku udah mulai merasa mantab. Alhamdulillah semua bisa dijalani dengan semestinya, melingkari setiap jawaban dengan pensil legendaris yang juga kupakai saat UN SMP dahulu kala. Dan masa itu pun tiba, masa rehat dan perpulangan, menuju ke pangkuan ibu bapa masing-masing. Tapi selalu sama, libur purna sekolah selalu menyisakan tantangan yang berbeda. Pun juga libur kali ini. Kalau dahulu kala kami disibukkan dengan murojaah hafalan sama belajar matematika biar masuk ma’had hidup mulia, sekarang tanggungannya berbeda.
Di depan kami, telah menanti seekor monster cantik bernama SBMPTN, Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Katanya sih, jauh lebih nyeremin daripada ‘sekedar’ UN, huhu. Apalagi banyak kakak tingkatku dipaksa untuk berjatuhan di fase ini, “Anak MATIQ mah susah buat masuk PTN”. Huhu, aku tambah minder. Tapi mungkin di situ kali yak seninya, seni menata hati dan ruhani. Mungkin dengan bersebab itulah kita jadi tetap bercengkrama dengan Sang Pencipta. Dan kayaknya kita harus rajin bercengkrama denganNya terus, biar ndak was-was kayak gitu lagi.
Selepas UN, beberapa dari kami ikut bimbel untuk mengejar segala ketertinggalan. Ada yang harus menempuh jarak 35 kilometer cuma buat ikut les, ada juga yang sampai ikut camp, membayar berpuluh juta untuk ‘sekedar’ memasuki PTN yang didamba. Aku sedikit lebih santai, karena program yang kuambil di GO berkesinambung sampai setelah UN. Alhamdulillah juga, GO sistemnya bukan franchise, jadi aku bisa pindah cabang ke deket rumah. Niatnya sih biar bisa deket kalau pengen materi tambahan, tapi…
Di GO Klaten petualangan baru dimulai. Awal masuk kelas, aku merasa terasing (lagi). Yakali kayak si Zainuddin ‘Van Der Wijck’ yang terasing di negeri sendiri. Aku coba buat ngajak kenalan, yang ada jadinya malah kayak orang yang SKSD karena kesepian. Huahh. Di  awal masuk juga aku merasa seolah dapet pandangan miring waktu pada tahu aku anak pesantren yang ingin mengundi nasib di kedokteran. Huhu. Tapi ya gimana lagi, bismillah aku tetep kudu terus menjalani. Tetep percaya, jodoh ada di tanganNya, kalau emang dia, meski sekarang belum kenal pun pasti suatu saat dipertemukan sepelaminan berdua. Aku ngomong apa sih? :3

Alhamdulillah juga, Allah memberi kemudahan. Meskipun tiap kali mau minta jawaban sama pembahasan try out kudu ke Karanganyar dulu. Tapi aku masih penasaran, itu peringkat pertama sama keduanya orang itu mlulu. Hsssh, awalnya pengen ngajak kenalan, tapi nggak jadi gegara takut kalau-kalau dikira pemandu bakat laskar pelangi. Dan saat itu tetap menemaniku pensil ajaib yang berusia jumlah jari kiri.

Try out demi try out berlalu, hingga akhirnya tibalah tanggal 9 Mei. Aku berharap banget bisa diterima di jalur SNMPTN, biar nggak senam jantung lagi. Kan bisa kemlinti tuh, tiap ditanya orang kuliah dimana langsung jawab, “FK UGM”. Simpel, padat, tapi berisi penuh wibawa. Tapi alhamdulillah aku ndak diterima di UGM, la wong ndak daftar di sana. :D Tapi sama aja sih, di UNS juga ndak diterima. Kata pak Raviqnya sih nilai UN biologiku ndak memadai :D

Aku yang udah deg-degan seharian saat itu langsung drop. Mangkel banget sama UNS yang katanya ngasih kemudahan buat para Huffazhul Quran buat masuk kedokteran. Tapi perlahan juga sadar, ah Al Quran dihafal bukan untuk sekedar masuk kedokteran. Ditambah sokongan dari berbagai pihak, aku kembali tersadar kembali. Udah dilupakan yang lalu, biarlah jadi bahan buat postingan di blog ini. Dan ndak nyangka, banyak orang yang berhusnudzon, yang terkadang bikin aku sendiri malu, ‘ah, aku sungguh terlampau jauh dari pandangan baik kalian"

Semua berjalan kembali normal. Rutinitas buat les tetap dijalani. Walaupun sekarang jadi agak kurang bersemangat. Bayang-bayang yang aneh-aneh itu muncul terus. Gimana kalau ternyata ndak lulus. Gimana kalau ternyata ndak diterima di kedokteran. Gimana kalau ternyata dia minta dilamarnya tahun depan (hey). Ya, meski udah punya planning B buat cadangan kalau-kalau ndak diterima, tapi tetep aja hati ini masih was-was. Mungkin gegara itu hikmahnya bikin aku jadi ndak lupa diri. Jadi inget terus sama Rabbul Izzati. Yakali harusnya dalam keadaan kayak gini kudu inget juga ya, huhu.

Hari H telah tiba. Hari H telah tiba. Hore, hore, hore hore hore. Yakali ndak Cuma Tasya kok yang gembira dengan hari H, aku pun juga :). Para pejuang pensil di manapun berada juga udah bersiap siaga buat bertempur. Pun kami, para pejuang muda dari mahad hidup mulia. Ada belasan kawanku yang mengundi nasib bertempur di jalan ini. Alhamdulillah, aku tiada sendiri di tempat tesku. Ada kawan karibku Fahry Fahrozy yang setia menemani. Alhamdulillah, aku tidak ditakdirkan menjadi gelandangan sendiri.

Sepurna tes, kulihat wajah peserta lain cerah. S**t, apa cuma aku yang berwajah suram gini. Dan sebulan lamanya harus kembali ikut senam ayo bangkit. Bangkit dari keterdetakan jantung. Berdag-dug ria. Eh, ndak juga sih. Udah menjelang wisuda soalnya, pikirannya jadi terbiaskan. Habis itu semasa rekreasi di malang juga udah agak tenang. Paling-paling kalok ada yang nanya sekolah di mana aku jawabnya, “Doakan bapak, ibu, semoga saya diterima di kedokteran ataupun tempat terbaik lainnya.”

Dan akhirnya masa rekreasi di Malang pun purna. 7 Juli 2015, karena udah kangen pondok, gue langsung capcuss ke mahad. Mumpung gratis kalau alumni. Hihi. Dan mulai H-2 itulah aku kembali ketar-ketir. Pengumuman kali ini lebih  menyangkut banyak hal. Menyangkut nasib 7 hari sisa dari bulan Ramadhan, menyangkut hal yang bakal disunggangkan di wajah, senyumankah atau kemurungan.

Ketika tiba hari H-nya, aku tambah menggalau ria. Dari jam 7 pagi aku udah buka situs pengumuman.sbmptn.or.id isinya countdown eui. Tambah bikin nyesek. Seharian penuh aku ndak bisa konsen buat ngapa-ngapain. Alhamdulillah habis asharnya ada kajian tahsin seru dari ustad Aos. Tapi tetep aja, sang tepak imutku tetap kupegang erat-erat. Di refresh terus situsnya. Hahaha.

Jam 5 pun tiba. Dan situsnya pun overload. Haduh. Aku yang udah nggalau ria jadi tambah risau. Bolak-balik itu situs di refresh, kemudian nyari-nyari situs mirrornya, tapi tetep aja sama. The page you request cannot be displayed. Jam 17.12 udah bisa buka via situs its, tapi waktu masukkin nomor ngelag lagi. Fiuh. Dan akhirnya jam 17.20 barulah bisa dibuka via situsnya Undip. Mungkin karena jaringannya lemot backgroundnya pun masih putih sederhana. Dan saat itu hanya satu yang tertangkap di mata, kata-kata “KEDOKTERAN – UNIVERSITAS SEBELAS MARET”.
ALhamdulillah :')

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. Langsung di tempat itu pula aku bersujud, berterima kasih atas karunia yang tak terhingga dariNya. Langsung kukabari sanak keluarga, dan juga ikhwah Pasukan Langit tercinta. Dan terlihat senyum mereka yang juga ikut merekah. Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar. :’)

Berturut turut setelah itu, beberapa kawan mengabari keterimaan mereka. Mulai dari Pak Boss Naufal Ade yang diterima di pilihan keduanya Geologi-Universitas Indonesia, kemudian juga bang Ibrahim Fay yang diterima di pilihan kedua juga, Teknik Informatika-Universitas Riau. Dan malamnya baru satu ikhwah lagi mengabari, Pak Profesor Fisika Bahaul Fahmi, yang diterima di pilihan ketiga Teknik Kimia-Universitas Sebelas Maret.

Tapi seindah apapun senyuman yang tersungging di bibir kami, tetap ada rasa sedih yang menyelinap. Ya, kami sedih atas belum diterimanya ikhwah kami yang lain. Ah, Barakallah lakum, Allah selalu punya rencana yang lebih indah dibanding rencana-rencana kita.
----

Dari saat itulah, judul artikel ini bermula. Senyuman Sang Pejuang Pensil. Alhamdulillah sang pejuang pensil tersenyum, karena doa dan usaha yang ia panjatkan berbuah manis dan senyum menentramkan. Alhamdulillah sang pejuang pensil tersentum, bersebab karuniaNya yang tiada terkirakan. Alhamdulillah sang pejuang pensil tersenyum, kerana saat ia beritahu kawan karibnya berita membahagiakan ini, mereka memberikannya doa yang menyejukkan, barakallahu fiik.

Sungguh, aku ndak mampu merasakan kecuali bahagia, saat ikhwah-ihwah memberiku doa termanis itu. Bahkan, kawan yang mungkin sudah lama tak berkontak, ikut mendendangkan doa mesra itu. Sungguh, di sini aku ingin sekali berkata, uhibbukum fillah, aku mencintai kalian kerana Allah.

Dan terlepas dari pro dan kontra ujian menggunakan Lembar Jawab Komputer (LJK), sebenarnya ada salah satu pelajaran penting yang bisa diambil. Mungkin ini Cuma mengada-ada, tapi tak apalah. Bukankah kita berharga bersebab kebaikan yang kita ambil di segala warna?

Jadi, ujian menggunakan LJK menuntut kita untuk kembali menggunakan pensil. Ya, pensil. Sarana menulis yang kita akrabi dahulu di masa kecil. Bukan hanya saat UN, tetapi juga saat SBMPTN. Semua itu seolah mengisyaratkan kepada kita, “Kembalilah berkanak-kanak, karena dalam kekanakanmu, kau menyimpan sejuta mimpi yang tak terengkuh oleh keraguan hatimu. Kembalilah berpolos ria, karena dalam kepolosanmu, harapan-harapan itu menjadi sangat nyata 5 cm di depan matamu. Tak perlu kau risaukan kegagalan, karena yang kau butuhkan hanyalah semangat untuk meraih cita-citamu.”

Dalam masa berpensil kita tak pernah malu untuk berkata, aku ingin menjadi dokter, aku ingin menjadi pilot, aku ingin menjadi tentara. Dalam masa berpensil, kita tak pernah ragu untuk mencoba, mengabaikan realitas bias yang ada. Huhu.

Yakali saya berpendapat ujian menggunakan komputer ditiadakan. Mungkin iya sih lebih hemat, lebih praktis, dan lebih mudah, tapi bukankah dalam mengejar cita itu butuh pengorbanan dalam ketiganya? Ah, siapa sih yang mau mendengar celotehan anak blogger serabutan gini?

Oh ya, lupa. Jangan sampai dipinggirkan juga, tak ada cita yang lebih indah daripada menjadi khodimul Quran, para pelayan Al Quran. Oh ya aku lupa, minta doanya lagi ya kawan, bukan minta kuliah kok, minta jodoh. :D

Klaten, 7 Syawal 1436H
Salam hangat dari sang pejuang pensil yang selalu tersenyum berdoa untukmu
Huda S Drajad

2 komentar:

Saran Anda Untuk Perbaikan Diri dan Koreksi. Terima Kasih :)

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS