Wa quli’maluu fasayarollahu ‘amalakum wa rosuuluhu wal mukminun. Dan katakanlah, beramallah kalian, maka akan melihat amal-amal kalian Allah, Rasul-Nya, dan segenap kaum muslimin lainnya.
Seringkali, kita merasakan
kesusahan dalam melaksanakan sebuah amal. Sendiriankah atau berjamaah.
Berkhalwat dalam tenang maupun dalam keramaian orang. Semua pernah merasakan
dan hal itu adalah sebuah kepastian. Karena sungguh, tiadalah seseorang
memperoleh kekuasaan, tanpa menghadapi ujian dan kepayahan.
Kadang, kita sering bersuudzon
pada-Nya. Apa mungkin bukan ini yang diridhoi-Nya? Apa mungkin bukan ini yang
patut kami kerjakan. Apa dan apa, mungkin dan mungkin.
Aku sendiri juga sering
mengalaminya. Salah satunya, saat ketika aku ditunjuk sebagai pengajar TPA,
meneruskan perjuangan seniorku. Awal menjabat, ada banyak target yang ingin ku
capai. Di awal masa mengajar, ada banyak hal yang ingin ku gapai. Sungguh, saat
itu semua begitu mudah terasa.
Tapi sebagaimana rumus yang jamak
berlaku, ada banyak hal yang kita harapkan, berkebalikan dengan apa yang
menjadi kenyataan. Saat itu, tidak ada satupun murid yang masuk. Satu dua, itu
pun hanya bermain dan berlalu. Berulangkali aku berangkat dengan penuh
keyakinan, dan berharap akan segera terjadi perubahan.
Seminggu, dua minggu, tiada
perubahan yang berarti.Teman-teman seperjuangan yang mengajar di tempat yang
berbeda, mulai akrab dengan para murid dab membangun kebersamaan bersama. Sedang
aku, selalu duduk di sudut masjid itu, merenung dan terpaku.
Saat itu aku mulai merasa, apakah
mungkin Allah tidak meridhoi jalan ini? Apakah mungkin, karena hal ini bukanlah
jalan yang baik, lalu Allah menyemai duri? Aku selalu bertanya dalam keadaan
tiada pasti.
Hampir sebulan aku mengajar, dan
masih belum ada satu pun yang datang. Aku mulai goyah. Mulai kubuaat beberapa
planning cadangan, dari berhenti mengajar atau pindah ke lain tempat. Saat itu,
partner mengajarku juga hampir-hampir menyerah. Hasbunallah.
Setiap hari aku mencoba berdo’a,
dan teringat usahaku untuk bisa mengajar, yang saat itu tersandung berbagai
hambatan. Mulai dari usaha untuk segera menyelesaikan hafalan (karena resminya,
kita baru dibolehkan mengajar saat udah selesai 20 juz) , lalu kegamangan saat
diminta untuk mengajar di tempat yang berbeda, dan usaha-usaha lainnya.
Ketika akhirnya bisa mempertahankan gelar juara |
Begitulah, dari pengalaman
tersebut aku belajar untuk lebih menginsyafi, bahwa tak selamanya jalan dakwah
itu mudah. Aku jadi semakin meyakini, bahwa akan selalu ada ujian dalam setiap
langkah, tapi hanya dia yang terus berusaha yang dapat berubah.
ketika juara ketiga kali berturut-turut |
Sungguh, Rasulullah akan berhenti
berdakwah, jika beliau berfikiran bahwa jalan yang disemai duri berarti tidak diridhoi. Dalam semua siksaan,
dalam setiap cercaan, dalam segala cobaan.
Sungguh kita perlu belajar lagi,
perlu lebih mentadabburi, perlu lebih menghayati dan menafakkuri, ayat yang
telah termaktub dalam dustur ilahi.
“Apakah kalian mengira, kalian
akan diberi balasan surga, dan belum datang kepada kalian permisalan
orang-orang yang datang sebelum kalian. Mereka ditimpa kesusahan dan kepayahan,
hingga berkatalah Rasul mereka, bilamanakah pertolongan Allah. Sesungguhnya
amat dekatlah pertolongan-Nya”
Sungguh, aku merasa malu.
Karangpandan, 19 Dzulhijjah 1435
H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran Anda Untuk Perbaikan Diri dan Koreksi. Terima Kasih :)