Zaman cangkem, awalnya aku pengen
ngasih judul begitu. Cuma kayaknya terlalu keras. Aku takut dicerca -,-“.
Pertama kali aku denger kata majemuk ini, sewaktu pembacaan Laporan Pertanggung
Jawaban kemaren. Itu yang bilang mudirku langsung, yah emang rada keras, tapi
sesungguhnya menggambarkan betapa urgennya hal ini. Dan terpaksa, aku ganti
judulnya.
Zaman cangkem, berarti zaman
perkataan, zaman lisan. Zaman bilamana orang-orang suksesnya adalah orang-orang
yang mau berkata. Di zaman ini, banyak orang yang sukses yang besar bukan karena
kepintarannya, tapi hanya karena kepandaiannya dalam mengolah kata.
Hitler |
Ada banyak bukti yang bisa
dijadikan contoh. Misalnya para sales keliling, kita lihat, mungkin barang yang
mereka jual kurang berkualitas dan bisa dikatakan mahal. Tapi seiring dengan
omongan dan mungkin ‘bualan’ yang terus ia sampaikan, konsumen menjadi tak ragu
untuk membelinya.
Selain itu, perkataan juga sarat
dengan kekuasaan. Bayangkan apabila seorang presiden berkhutbah saja gagap,
apakah rakyatnya masih menganggap dia sebagai pemimpin yang cakap? Bayangkan
juga seandainya seorang raja berkata terbata, masihkah rakyatnya mau
mengikutinya?
Tapi kita lihat para anggota
parlemen, meski banyak di antara mereka yang berpendidikan rendah, meski tak
sedikit di antara mereka yang mempunya gelar tanpa menempuh kuliah. Tapi kita
lihat, mereka bisa duduk di Senayan, menguasai para teknokrat dan cendekiawan.
Kenapa? Kok bisa? Karena mereka punya modal olah kata dan suara.
Rasulullah sendiri juga tidak
menyepelekan masalah perkataan. Beliau pernah bersabda, wa inna minal
bayaani lasihrun. Dan dari sebagian perkataan itu adalah sihir. Allahu
akbar.
Maka, sudah selayaknya bagi kita
belajar, bagaimana cara ngomong yang baik. Belajar bagaimana mengungkapkan
apa-apa yang terbesit dalam benak kita. Belajar bagaimana menyampaikan
perkataan dengan hikmah, agar ia berharga dan tak dibuang layaknya sepah.
Sungguh mulia doa yang diucap
oleh Nabi Musa. Doa yang dirapal oleh sang pemimpin yang meski berlisan kelu,
tapi mempunyai saudara yang padu. Doa yang dilantun oleh sang lelaki perkasa,
yang selayaknya bagi kita untuk mengikutinya. Rabbi isyroh lii shodrii, wa
yassir lii amrii, wahlul ‘uqdatan min lisaanii, yafqohuu qoulii.
Duhai rabbi, lapangkanlah dada
ini, dan mudahkanlah perkara yang hamba lalui, serta jadikanlah lisan ini tiada
kelu lagi. Agar dengannya, mereka memahami.
Duhai indahnya, duhai syahdunya.
Karangpandan, 8 Dzulhijjah 1435 H
Nyindir jokowi XD | tehseduh.blogspot.com
BalasHapusAhihihi..
HapusAku nggak sebut merek hlo ya..