Zaman Lisan

01/10/14

Zaman cangkem, awalnya aku pengen ngasih judul begitu. Cuma kayaknya terlalu keras. Aku takut dicerca -,-“. Pertama kali aku denger kata majemuk ini, sewaktu pembacaan Laporan Pertanggung Jawaban kemaren. Itu yang bilang mudirku langsung, yah emang rada keras, tapi sesungguhnya menggambarkan betapa urgennya hal ini. Dan terpaksa, aku ganti judulnya.

Zaman cangkem, berarti zaman perkataan, zaman lisan. Zaman bilamana orang-orang suksesnya adalah orang-orang yang mau berkata. Di zaman ini, banyak orang yang sukses yang besar bukan karena kepintarannya, tapi hanya karena kepandaiannya dalam mengolah kata.

Hitler
Adolf Hitler pernah berkata, “Kebohongan akan menjadi kebenaran, manakala ia terus disampaikan”. Bayangin aja, Cuma bermodalkan ngobral kata-kata. Cuma tinggal ngomong di sini, dan ngomong di sana, dan bim salabim apa yang disampaikan dianggap sebagai kebenaran.

Ada banyak bukti yang bisa dijadikan contoh. Misalnya para sales keliling, kita lihat, mungkin barang yang mereka jual kurang berkualitas dan bisa dikatakan mahal. Tapi seiring dengan omongan dan mungkin ‘bualan’ yang terus ia sampaikan, konsumen menjadi tak ragu untuk membelinya.

Selain itu, perkataan juga sarat dengan kekuasaan. Bayangkan apabila seorang presiden berkhutbah saja gagap, apakah rakyatnya masih menganggap dia sebagai pemimpin yang cakap? Bayangkan juga seandainya seorang raja berkata terbata, masihkah rakyatnya mau mengikutinya?

Tapi kita lihat para anggota parlemen, meski banyak di antara mereka yang berpendidikan rendah, meski tak sedikit di antara mereka yang mempunya gelar tanpa menempuh kuliah. Tapi kita lihat, mereka bisa duduk di Senayan, menguasai para teknokrat dan cendekiawan. Kenapa? Kok bisa? Karena mereka punya modal olah kata dan suara.

Rasulullah sendiri juga tidak menyepelekan masalah perkataan. Beliau pernah bersabda, wa inna minal bayaani lasihrun. Dan dari sebagian perkataan itu adalah sihir. Allahu akbar.

Maka, sudah selayaknya bagi kita belajar, bagaimana cara ngomong yang baik. Belajar bagaimana mengungkapkan apa-apa yang terbesit dalam benak kita. Belajar bagaimana menyampaikan perkataan dengan hikmah, agar ia berharga dan tak dibuang layaknya sepah.

Sungguh mulia doa yang diucap oleh Nabi Musa. Doa yang dirapal oleh sang pemimpin yang meski berlisan kelu, tapi mempunyai saudara yang padu. Doa yang dilantun oleh sang lelaki perkasa, yang selayaknya bagi kita untuk mengikutinya. Rabbi isyroh lii shodrii, wa yassir lii amrii, wahlul ‘uqdatan min lisaanii, yafqohuu qoulii.

Duhai rabbi, lapangkanlah dada ini, dan mudahkanlah perkara yang hamba lalui, serta jadikanlah lisan ini tiada kelu lagi. Agar dengannya, mereka memahami.

Duhai indahnya, duhai syahdunya.

Karangpandan, 8 Dzulhijjah 1435 H

2 komentar:

Saran Anda Untuk Perbaikan Diri dan Koreksi. Terima Kasih :)

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS